Menurut Max Weber negara adalah suatu komunitas manusia yang mempunyai monopoli atas penggunaan paksaan fisik yang sah dalam suatu wilayah tertentu. Sedangkan menurut Harold Lasswell negara adalah suatu sistem kekuasaan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan dan memaksa orang untuk tunduk pada keputusan tersebut. Berdasarkan kedua pengertian tersebut maka dapat disintesiskan menjadi negara memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur kehidupan masyarakat dan menjaga ketertiban serta stabilitas dalam suatu wilayah tertentu (Weber, 1978; Lasswell, 1936). Peran negara sangat penting dalam memajukan masyarakatnya karena negara memiliki legitimasi sebagai sebuah entitas yang dapat memaksa, mengontrol, dan mengarahkan sekelompok masyarakat yang berada dalam wilayah tertentu dengan konstitusi yang dibuatnya.
Salah satu peran utama negara dalam kemajuan masyarakatnya adalah menciptakan stabilitas politik dan keamanan. Negara harus mampu memberikan rasa aman dan perlindungan bagi seluruh rakyatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat sistem keamanan dan penegakan hukum yang adil serta menjamin kebebasan individu dan hak asasi manusia. Stabilitas politik yang kuat juga memungkinkan terciptanya iklim investasi yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Selain menciptakan stabilitas politik dan keamanan, negara juga harus mampu menciptakan kondisi ekonomi yang sehat dan berkembang. Dalam hal ini, negara perlu memperhatikan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat agar mampu memberikan stimulan bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, negara juga dapat memberikan dukungan terhadap pelaku usaha kecil dan menengah untuk memperkuat perekonomian lokal.
Peran negara dalam kemajuan masyarakatnya juga meliputi aspek sosial dan budaya. Negara perlu memperhatikan kebutuhan dasar rakyatnya seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya. Selain itu, negara juga perlu mendorong pengembangan budaya dan seni sebagai bagian dari identitas nasional yang kaya dan beragam. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa peran negara dalam kemajuan masyarakatnya juga memiliki tantangan dan keterbatasan. Misalnya, terdapat kecenderungan beberapa negara untuk mengabaikan kepentingan rakyatnya demi kepentingan elit politik dan ekonomi. Selain itu, ada juga negara yang masih terbelakang dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya seperti pendidikan dan kesehatan. Dalam menghadapi tantangan dan keterbatasan tersebut, negara perlu melakukan reformasi dan perubahan kebijakan yang lebih efektif dan berorientasi pada kepentingan rakyatnya. Selain itu, negara juga perlu mengembangkan kerja sama dengan pihak swasta, masyarakat sipil, dan organisasi internasional dalam upaya mencapai kemajuan masyarakat yang lebih merata.
Sebagai sebuah negara, Indonesia juga memiliki peran penting dalam membangun jati diri kebangsaan yang kuat dan solid. Indonesia sebagai sebuah negara memiliki beragam suku bangsa dan budaya yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan betapa beragamnya masyarakat Indonesia dalam segala aspek kehidupannya. Namun, meskipun berbeda-beda, masyarakat Indonesia memiliki satu kesamaan, yaitu sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Kesadaran akan pentingnya jati diri kebangsaan ini menjadi semakin penting dalam konteks negara Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa dan budaya yang berbeda-beda.
Bennedict Anderson berpendapat bahwa jati diri kebangsaan terbentuk melalui proses imajinasi bersama yang melibatkan masyarakat dalam suatu wilayah yang sama, sehingga tercipta kesamaan persepsi dan makna atas identitas nasional. Sedangkan Menurut Nursyamsu Hadi, jati diri kebangsaan adalah suatu pengertian yang terdiri dari kesadaran diri sebagai bangsa, nilai-nilai yang dianut sebagai bangsa, serta sejarah yang dijalani sebagai bangsa. Hal ini meliputi rasa solidaritas, kesetiaan, serta kecintaan kepada tanah air dan bangsa. Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat disintesiskan bahwa Nursyamsu Hadi dan Bennedict Anderson memiliki pandangan yang sejalan mengenai pengertian jati diri kebangsaan sebagai suatu konsep sosial yang dibentuk melalui proses pembentukan negara dan pengalaman bersama sebagai sebuah bangsa. Anderson menjelaskan bahwa jati diri kebangsaan terbentuk melalui "komunitas-komunitas politik yang dibatasi wilayah, yang disebut negara-negara", sementara Nursyamsu Hadi menekankan pentingnya membumikan kebangsaan di era globalisasi melalui pembangunan karakter dan identitas nasional. Pandangan mereka menggambarkan bahwa jati diri kebangsaan tidaklah statis, tetapi selalu berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan politik di dalam dan di luar negara (Anderson, 1991; Hadi, 2008).
Untuk memperkuat jati diri kebangsaan, negara Indonesia telah melakukan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengadopsi konsep "Bhinneka Tunggal Ika", yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap satu". Konsep ini menunjukkan bahwa meskipun masyarakat Indonesia berbeda-beda dalam aspek suku bangsa, budaya, dan agama, namun mereka tetap satu dalam kebersamaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Selain itu, negara Indonesia juga memiliki berbagai simbol-simbol nasional yang dimaksudkan untuk memperkuat jati diri kebangsaan. Simbol-simbol nasional tersebut meliputi bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, lambang negara Garuda Pancasila, dan masih banyak lagi. Seluruh simbol-simbol nasional ini dimaksudkan untuk menunjukkan kebanggaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan sebagai upaya untuk memperkuat jati diri kebangsaan.
Namun, terlepas dari upaya-upaya tersebut, masih ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam memperkuat jati diri kebangsaan. Salah satu tantangan tersebut adalah munculnya berbagai sentimen separatisme dan radikalisme yang dapat mengancam keutuhan dan kesatuan bangsa. Sentimen separatisme dan radikalisme ini biasanya muncul karena adanya ketidakpuasan atau ketidakadilan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat terhadap pemerintah dan negara. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat untuk menghadapi tantangan tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat nilai-nilai kebangsaan dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang mengutamakan nilai-nilai kebangsaan dapat membentuk karakter generasi muda yang memiliki kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, pemerintah juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat peran negara dalam menyelesaikan permasalahan sosial. Hal ini dapat membantu mengurangi ketidakpuasan dan frustrasi yang sering menjadi pemicu sentimen separatisme dan radikalisme. Dalam hal ini, peran media sosial juga perlu diperhatikan. Diperlukan upaya yang lebih besar dalam mengawasi dan memantau konten yang berpotensi memicu konflik dan memperkuat propaganda separatisme dan radikalisme. Dengan mengambil langkah-langkah tersebut, diharapkan munculnya sentimen separatisme dan radikalisme dapat diminimalisir, sehingga keutuhan dan kesatuan bangsa dapat terjaga dengan baik.
Indonesia, sebagai sebuah negara dengan keragaman budaya dan etnis yang kaya, menghadapi beberapa tantangan dalam memperkuat jati diri kebangsaannya. Salah satu tantangan utama adalah memperkuat persatuan dalam keragaman. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa setiap warga negara merasa diterima dan dihormati dalam keanekaragaman yang ada, tanpa memandang latar belakang etnis, agama, atau budaya. Selain itu, pendidikan dan pemahaman sejarah harus ditingkatkan guna memperkuat kesadaran identitas nasional dan menghargai perbedaan antar warga. Kebijakan dan tindakan pemerintah juga harus selaras dengan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa. Terakhir, pemerataan ekonomi dan sosial harus diperkuat untuk menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga setiap warga negara merasa memiliki bagian dalam kemajuan negara. Melalui upaya-upaya tersebut, negara dapat memperkuat jati diri kebangsaannya dan membangun masyarakat yang maju dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. (2006). Imagined communities: Reflections on the origin and spread of nationalism . Verso books.
Hadi, N. (2008). Jati diri kebangsaan: membumikan kebangsaan di era globalisasi . Prenada Media.
Lasswell, H. D. (1936). Politics: Who Gets What, When, How. McGraw-Hill.
Weber, M. (1978).
Economy and society: An outline of interpretive sociology (Vol. 2). University of California press.