Dalam hidup, kita sering bertemu dengan permasalahan yang bernada ekonomis. Mengenai pilihan, profit, uang, dsb. Setiap masyarakat memiliki caranya masing-masing dalam menghadapi hal ini. Tentunya hal tersebut berpengaruh dan dipengaruhi oleh masing-masing budaya masyarakat. Oleh karena itu, antropologi juga membahas mengenai permasalahan yang bersifat ekonomis.
How do people make a living in diverse types of societies?
Adaptive Strategies
Cohen menyebut adaptive strategis sebagai cara utama manusia dalam bagaimana sistem utama mereka dalam menjalankan produktivitas. Produktivitas di sini yang dimaksud ialah mencari makanan. Ia membaginya menjadi 5 strategi utama, yaitu foraging; horticultural; agriculture; pastoralism; industrialism. Empat strategi pertama merupakan hal yang menarik untuk diulas lebih lanjut karena terkesan lebih ‘jauh’ dari kehidupan modern.
Foraging
Foraging merupakan taktik yang paling pertama yang dilakukan oleh manusia. Sampai sekitar 12.000 tahun lalu, foraging merupakan strategi utama manusia dalam memiliki makanan. Foraging pada dasarnya merupakan strategi hunting and gathering atau berburu dan meramu.
Sebelum manusia mulai mengenal cara bercocok tanam dan perkembangannya, manusia mendapatkan makanan dengan memburu dan mengumpulkan hasilnya. Dengan begitu, alam merupakan penyedia makanan, bukan manusia karena manusia belum bisa memproduksi atau mengolah makanan sendiri.
Teknik ini dominan pada seluruh masyarakat dulunya. Sekarang, teknik ini dominan pada masyarakat yang memiliki hambatan geografis dalam menanam makanan. Seperti penduduk eskimo yang tinggal di daerah yang dingin dan beku, tentu sulit untuk menanam atau memproduksi makananya sendiri. Oleh karena itu, memburu merupakan cara yang digunakan dan bisa dilakukan guna memenuhi kebutuhan. Dalam konteks modern, mereka memburu dengan menggunakan teknologi modern sehingga ia tidak bisa dieksklusikan sebagai orang luar. Mereka juga tetap terpaku dan berinteraksi dengan masyarakat lain dan terpengaruh dengan politik-ekonomi masyarakat luas.
Selain masyarakat yang memiliki hambatan geografis dalam melakukan cocok tanam, masyarakat yang memiliki “kebanggaan” tersendiri dengan identitas budayanya juga merupakan masyarakat di mana foraging ini dominan. Masyarakat yang kecil dan erat ikatan sosialnya menekankan pentingnya untuk melanjutkan tradisi.
Oleh karena itu, masyarakat yang mengembangkan hubungan relasi dalam bentuk band—suatu kelompok kecil yang terikat karena kekerabatan—merupakan jenis kelompok yang terasosiasi atau berkorelasi dengan praktik foraging. Masyarakat band ini umumnya fleksibel—orang dapat berpindah band dengan mudah karena hubungan kekerabatan yang dinamis—juga berkorelasi dengan praktik foraging. Masyarakat yang menggunakan teknik foraging juga lebih cenderung egalitarian mengingat semua orang pada dasarnya menjalankan tugas yang sama.
Setelah foraging, umumnya masyarakat mulai mengenal cocok tanam dan domestikasi binatang. Meskipun hanya berkontribusi kurang lebih 1% dalam sejarah manusia, dua teknik tersebut merupakan teknik yang menjadi batu loncatan perkembangan peradaban manusia.
Horticulture and Agriculture
Yang pertama ialah praktik cocok tanam yang dibagi menjadi dua, yaitu horticulture dan agriculture.
Horticulture merujuk pada sistem cocok tanam yang tidak intensif dan berpindah. Dalam teknik ini, masyarakatnya relatif lebih kecil dan biasanya hidup berpindah. Cara teknik ini berjalan ialah masyarakat menanam di suatu lahan dan setelah panen, mereka akan berpindah mencari lahan baru dan membiarkan lahan lama tumbuh kembali. Setelah lahan barunya panen, mereka akan kembali ke lahan lama dan mengurusi lahan lama itu.
Teknik slash and burn merupakan teknik yang biasanya dipakai dalam membuka lahan baru. Dalam holtikultur, masyarakat dapat hidup menetap. Umumnya mereka menetap apabila desa yang mereka buat dianggap sudah baik sehingga mereka lebih memilih berjalan untuk menuju lahan barunya.
Agriculture merujuk pada sistem cocok tanam yang intensif dan menetap. Oleh karena itu, masyarakat yang menerapkan teknik ini relatif lebih padat mengingat mereka dapat menetap di satu tempat saja. Agrikultur memiliki demand yang banyak kepada tenaga kerja karena workload yang banyak.
Domesticated animals
Workload yang pertama ialah mendomestikasi hewan. Hal ini dilakukan untuk membantu kelancaran kegiatan cocok tanam. Hewan seperti kerbau atau sapi umumnya digunakan untuk transport, membajak, dan pupuk. Oleh karena itu, ada tugas untuk mengurusi dan memperkerjakan hewan-hewan ini.
Irrigation
Berbeda dengan hortikultura yang bergantung pada kondisi lingkungan yang ada pada saat itu—jika dianggap buruk maka dapat berpindah—dalam agrikultur, karena ia menetap ia tidak bisa se-fleksibel itu. Oleh karena itu, dalam konteks pengairan yang merupakan hal penting dalam kegiatan cocok tanam, masyarakat yang menerapkan teknik agrikultur mengembangkan sistem irigasi.
Sistem ini memungkinkan masyarakat dengan sistem agrikultur untuk mengatur air di sawahnya sehingga ia tidak harus bergantung pada musim hujan. Dengan sistem irigasi, manusia membentuk ekosistem buatan baru yang membantu menyuburkan lahan mereka.
Irigasi umumnya harus menunggu waktu yang cukup lama sampai terlihat “manfaat”-nya. Oleh karena itu, irigasi dapat menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat agrikultur menetap.
Terracing
Bagi masyarakat agrikultur yang relatif lebih padat, terkadang lahannya menjadi sempit dan umumnya curam. Jika dipaksakan menanam di lahan seperti itu, zat hara tanah dan tanaman dapat tergeser ketika hujan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pembangunan tersendiri yang dapat mencegah hal ini dalam bentuk terasering.
Dengan terasering, masyarakat membuat lahan yang curam tersebut menjadi seperti tangga sehingga lahan menjadi lebih landai. Akan tetapi, hal ini perlu di-maintain secara berkala.
Cost and benefit of agriculture
Agrikultur membutuhkan biaya besar dalam tenaga kerjanya. Selain itu, ia juga memakan biaya dalam waktu karena agrikultur bekerja secara kontinu. Alhasil, dalam jangka pendek, masyarakat agrikultur umumnya mengalami kerugian. Namun, dalam jangka panjangnya, masyarakat agrikultur lebih stabil karena berjalan secara kontinu sehingga menghasilkan hasil yang lebih besar dan bisa diandalkan.
Cultivation Continuum
Hortikultura dan agrikultur sama-sama merupakan teknik cocok tanam. Oleh karena itu, garis pembatas antara mereka berdua kabur. Alhasil, hortikultura dan agrikultur lebih baik digambarkan secara kontinum atau menggunakan spektrum dimana hortikultura berada di ujung satu dan agrikultur berada di ujung satu lainnya. Dengan begitu, di antara hortikultura dan agrikultur, terdapat bentuk-bentuk yang “mengombinasikan” unsur-unsur hortikultura dan agrikultur.
Intensification: People and Environment
Dengan munculnya sistem cocok tanam, manusia sekarang dapat mengontrol alam sekitarnya. Oleh karena itu, muncul situasi-situasi alam baru. Agrikultur yang sangat mengandalkan tenaga kerja memiliki dampak pada sistem sosial-politik dan juga lingkungan.
Secara sosial-politik, relasi tenaga kerja dalam masyarakat agrikultur perlu diatur untuk mencegah adanya konflik kepentingan. Oleh karena itu, semakin padat masyarakatnya, pengaturannya perlu lebih diatur.
Secara lingkungan, agrikultur sangat mengontrol dan memanipulasi lingkungan. Agrikultur yang menekankan pada stabilitas menyebabkan ia hanya fokus pada satu macam tanaman. Alhasil, ia mengurangi diversitas tanaman karena harus “memotong” jenis tanaman lain. Berbeda dengan hortikultura yang bergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya sehingga ia menanam berbagai macam jenis tanaman.
Pastoralism
Salah satu teknik lain ialah pastoralis, yaitu sistem yang fokus pada domestikasi hewan sebagai sumber makanan. Masyarakat dengan yang menerapkan sistem ini berfokus pada apa yang ditawarkan hewan dan mengolahnya. Sistem ini pada awalnya umumnya diterapkan di masyarakat Eropa Barat. Setelah bangsa Eropa mulai menjelajah dunia, sistem pastoralis ini mulai dikenalkan dan diterapkan di berbagai macam tempat.
Dalam sistem pastoralis, terdapat dua metode yang digunakan. Yang pertama ialah pastoral nomadism di mana seluruh anggota masyarakat ikut berpindah mengikuti alur hewan mencari padang rumput. Yang kedua ialah transhumance di mana sebagian anggota masyarakat ikut mengikuti alur berpindah hewan dan sebagian lagi menetap dan umumnya berfokus dalam bercocok tanam. Dengan demikian, masyarakat dengan sistem pastoralis, meskipun berfokus pada domestikasi hewan, tidak dapat berdiri sendiri. Selain dengan sebagian anggota masyarakatnya bercocok tanam, pertukaran dan perdagangan menjadi pelengkap.
Semua hal ini berkaitan dengan ekonomi masyarakat tersebut. Dalam berjalannya ekonomi tersebut, tentu ada metode tersendiri dalam mengatur anggota masyarakat agar dapat berjalan dengan baik.
What is an economy and what is economizing behaviour?
Ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur kegiatan produksi-distribusi-konsumsi. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari sistem ini. Antropologi dan ilmu ekonomi memiliki perspektif dalam ekonomi. Ilmu ekonomi pada umumnya fokus pada masyarakat kapitalis, sedangkan antropologi fokus pada kegiatan ekonomi dalam konteks sosio-kultural (antropologi ekonomi).
Dalam mengatur anggota masyarakat dalam kegiatan ekonomi, dikenal modes of production, yaitu pengaturan relasi sosial untuk mengatur tenaga kerja dalam rangka memanfaatkan sumber daya yang ada. Singkatnya, bagaimana mengatur orang-orang agar bisa memenuhi kebutuhan satu masyarakat. Dalam masyarakat kapitalis, tenaga kerja diatur dengan uang. Yaitu, adanya upah. Dengan begitu, ada gap karena ada pihak yang memiliki kapital dan tidak memiliki kapital.
Dalam masyarakat non-industri di lain pihak, ketenagakerjaan diatur berdasarkan hubungan kekerabatan. Oleh karena itu, kegiatan tenaga kerja merupakan kewajiban bukan pilihan layaknya pada masyarakat kapitalis. Dengan demikian, setiap masyarakat memiliki caranya tersendiri dalam berproduksi.
Production in nonindustrial societies
Seperti yang disebut sebelumnya, setiap masyarakat memiliki caranya sendiri dalam mengatur anggota masyarakatnya agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Ada yang mengutamakan kerja individual ada yang mengandalkan kerja sama. Dalam kerja sama, biasanya ada pembagian kerja yang umumnya dilandasi umur dan gender. Yang diatur ialah bagaimana anggota masyarakat ini memanfaatkan sumber daya dan alat produksi yang ada.
Means of production
Means of production merujuk pada alat-alat yang memungkinkan kegiatan produksi dapat berjalan (alat produksi). Alat produksi paling umum ialah: tanah/lahan; teknologi; kapital; tenaga kerja.
Dalam masyarakat nonindustri, alat produksi memiliki hubungan yang lebih “intim” dengan masyarakat karena alat produksi yang dimiliki secara bersama dengan dasar kekerabatan. Berbeda dengan masyarakat industri atau kapitalis dimana kepemilikan alat produksi dimiliki secara pribadi dan dengan dasar modal. Setiap adaptive strategis memiliki caranya sendiri dalam menggunakan alat produksi ini.
Dalam memanfaatkan lahan, masyarakat foraging tidak memiliki perhatian spesial terhadap hal ini. Hal ini disebabkan oleh yang mereka utamakan ialah memburu hewan, tidak peduli di mana mereka mendapatkannya. Namun, terkadang pada masyarakat foraging ada pembagian kawasan memburu. Band-band tertentu ada yang memiliki kawasan berburu dan jika ingin berburu di situ, harus memiliki ikatan dengan band tersebut. Dalam masyarakat agrikultur dan hortikultura, lahan merupakan hal yang utama. Tanpa lahan, makanan mereka tidak ada.
Dalam masyarakat hortikultura, merekan memanfaatkan lahan secara tidak tetap karena selalu ada masa fallow atau masa kosong dimana mereka membiarkan lahan sebelumnya untuk “beregenerasi” dulu sebelum mulai dimanfaatkan kembali. Masyarakat agrikultur di lain pihak, menggunakan lahan secara intensif karena sifat masyarakatnya yang menetap di satu tempat. Lahan ini juga didasari sistem kekerabatan. Keturunan tertentu memiliki lahannya masing-masing. Begitu pula pada masyarakat pastoralis yang memiliki lahannya sendiri dalam mendomestikasi hewan dan juga didasari pada sistem kekerabatan.
Alat produksi yang tidak kalah penting adalah tenaga kerja. Dalam masyarakat nonindustri—seperti yang disinggung sebelumnya—ia diatur berdasarkan sistem kekerabatan. Dengan itu, tenaga kerja merupakan bagian dari kewajiban sebagai anggota masyarakat tersebut. Teknologi juga tidak kalah penting dalam kegiatan produksi. Teknologi merupakan alat-alat yang membantu jalannya produksi. Hal ini diatur berdasarkan umur dan gender. Umur-umur tertentu memiliki keterampilan tersendiri dalam menggunakan suatu teknologi dan gender tertentu memiliki tugasnya sendiri dalam menggunakan teknologi untuk berproduksi. Oleh karena itu, masyarakat nonindustri tidak memiliki spesifikasi kerja yang “sekuat” masyarakat kapitalis, meskipun ada masyarakat nonindustri yang mendukung spesifikasi kerja yang “cukup kuat”. Umumnya hal ini dilakukan untuk kepentingan sosial-politik, yaitu untuk menjalin hubungan dengan masyarakat lain karena setiap masyarakat memproduksi hal yang berbeda sehingga membangun interdependensi di antara mereka.
Alienation in the industrial economy
Sistem kekerabatan merupakan istilah yang sering muncul dalam membicarakan perekonomian masyarakat nonindustri. Berbeda dengan masyarakat industri yang melandaskan kegiatan ekonominya dengan uang dan modal. Karena itu, pada masyarakat industri umumnya terjadi alienasi. Alienasi ini merujuk pada keterasingan anggota masyarakat dengan hasil produksi dan alat produksinya. Hal ini bisa terjadi karena hasil produksi dan alat produksi tersebut bukan milik sendiri atau bersama. Ia merupakan miliki pemodal atau kapitalis. Oleh karena itu, pada masyarakat industri, anggota masyarakat bekerja untuk pemodal bukan untuk diri sendiri. Mereka tidak memiliki sense of pride pada hasil produksinya karena itu bukan miliki mereka. Untuk memilikinya, mereka harus membelinya melalui uang yang didapat sebagai upah.
Berbeda dengan masyarakat nonindustri dimana mereka bekerja untuk diri sendiri sehingga hasil produksi dan alat produksinya adalah miliki sendiri atau bersama. Dengan begitu, mereka terikat oleh hasil produksinya sendiri.
Selain alienasi dari hasil produksi dan alat produksi, pada masyarakat industri, alienasi juga terjadi pada hubungan antar pekerja. Karena hubungan tenaga kerja didasarkan pada profesionalisme, para pekerja tidak memiliki hubungan spesial dengan pekerja lainnya. Kalaupun mereka pada akhirnya menjalin hubungan pertemanan, awalnya mereka harus menjalani alienasi ini. Berbeda dengan masyarakat nonindustri dimana tenaga kerja didasari pada sistem kekerabatan sehingga mereka hubungan khusus sehingga dalam bekerja tidak perlu merasa teralienasi. Ekonomi dalam masyarakat nonindustri merupakan bagian dari kegiatan keluarga/masyarakat karena mereka memproduksi untuk diri sendiri. Dalam masyarakat industri, ekonomi—dalam konteks produksi dan pekerja—merupakan hal yang terpisah dari masyarakat karena mereka memproduksi untuk pemodal. Dalam menghadapi alienasi, setiap masyarakat industri memiliki coping system nya masing-masing.
Economizing and maximization
Dalam mempelajari ekonomi, antropolog memiliki dua pertanyaan utama:
- Bagaimana kegiatan produksi-distribusi-konsumsi diatur di setiap masyarakat?
- Apa yang menjadi motivasi anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan produksi-distribusi-konsumsi di setiap masyarakat?
Dengan ini, antropolog memandang kegiatan ekonomi secara lebih holistik karena tidak memiliki asumsi tertentu dalam memandang kegiatan ekonomi. Berbeda dengan ilmu ekonomi yang memiliki asumsi tersendiri dalam kegiatan ekonomi. Misalnya, dalam urusan motivasi, ilmu ekonomi memiliki asumsi bahwa motivasi anggota masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi adalah untuk profit baik dari segi produksi maupun konsumsi. Menurut antropologi, motivasi profit tidaklah universal. Motivasi profit lebih dekat dengan masyarakat kapitalis. Oleh karena itu, dalam ilmu ekonomi, anggota masyarakat diasumsikan memiliki sikap economizing, yaitu mengalokasikan sumber daya yang ia punya untuk hasil akhir dari berbagai macam hasil. Hasil yang dimaksud tentu hasil yang maksimal. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa economizing pada dasarnya ialah kegiatan memilih bagaimana menggunakan sumber daya untuk hasil yang maksimal. Hal ini terjadi karena, dalam ilmu ekonomi, asumsinya ialah kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan sumber daya terbatas. Oleh karena itu, manusia harus mengalokasikan sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhannya dengan tingkat maksimal tertinggi.
Alternative ends
Kebutuhan setiap masyarakat pada dasarnya berbeda-beda. Dalam ilmu ekonomi, seperti asumsi sumber daya terbatas keinginan tidak terbatas, selalu ada alternatif pilihan yang ditentukan berdasarkan hasil mana yang paling maksimal. Namun ada kebutuhan yang lebih “universal”. Subsistence fund merupakan kebutuhan manusia akan makanan untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, manusia akan mengalokasikan sumber dayanya agar dapat memiliki makanan. Manusia memiliki alat produksi yang harus dirawat dan diganti bila perlu. Dengan demikian, manusia juga memiliki kebutuhan yang disebut replacement fund, yaitu kebutuhan untuk merawat alat produksi.
Social fund juga merupakan kebutuhan manusia lainnya untuk membantu keluarga, tetangga, dan kegiatan sosial lainnya. Lalu, terdapat kebutuhan lain, yaitu ceremonial fund yang merupakan kebutuhan untuk seremoni atau ritual. Kebutuhan lain ialah rent fund, yaitu kebutuhan untuk membayar orang yang memiliki status sosial-ekonomi yang lebih tinggi.
Setiap masyarakat memiliki prioritasnya tersendiri. Artinya, ada kebutuhan dari 5 kebutuhan yang disebut sebelumnya yang diutamakan. Dalam masyarakat feodal, rent fund merupakan kebutuhan yang diutamakan karena penggarap tanah harus membayar kepada tuan tanah yang bahkan sampai mengobarkan kebutuhannya untuk makan. Oleh karena itu, asumsi motivasi profit, meskipun ada, terkadang sulit untuk diwujudkan.
What principle regulates the exchange of goods and services in various societies?
Setiap masyarakat memiliki prinsipnya sendiri dalam urusan perdagangan atau pertukaran. Ekonom Karl Polanyi membagi prinsip tersebut ke dalam tiga prinsip utama, yaitu market principle, redistribution, dan reciprocity. Prinsip ini pada dasarnya ada di setiap masyarakat, tetapi ada yang dominan. Bagaimana masyarakat menggunakan alat produksi menentukan prinsip apa yang dominan.
Market principle
Prinsip ini mendominasi masyarakat kapitalis. Karena masyarakat kapitalis mengutamakan kepemilikan pribadi alat produksi, prinsip ini menjadi dominan. Prinsip ini merupakan prinsip dimana kegiatan ekonomi diatur berdasarkan hukum demand and supply. Harga atau nilai suatu barang ditentukan melalui hal itu dan diukur melalui uang. Motifnya tentu adalah profit. Dengan itu, penawaran merupakan hal yang lumrah terjadi guna produsen maupun konsumen mendapatkan hasil yang maksimal.
Redistribution
Prinsip ini umumnya dominan dalam masyarakat dengan sistem kesukuan. Prinsip ini mengatur kegiatan ekonomi dengan mengatur cara alat dan hasil produksi didistribusi. Cara distribusinya ialah dengan alat dan hasil produksi berpindah dari level lokal ke pusat dan kembali ke lokal. Sistem kesukuan yang mengenal kepala suku sebagai orang penting menyebabkan prinsip ini dominan karena ada kepala suku yang harus “mendapat bagiannya”.
Namun, prinsip ini juga terdapat pada masyarakat kapitalis melalui sistem pajak. Dengan pajak, masyarakat memindahkan atau mendistribusikan alat dan hasil produksi mereka kepada pemerintah yang kemudian dikembalikan kepada masyarakat melalui pembangunan.
Reciprocity
Prinsip ini dominan pada masyarakat yang egaliter sehingga umunya terdapat pada masyarakat yang dilandasi sistem kekerabatan. Prinsip ini mengatur alat dan hasil produksi untuk ditukarkan dengan alat dan hasil produksi lain. Masyarakat dengan sistem kekerabatan memproduksi untuk diri sendiri dan untuk melengkapi hal yang kurang, mereka umumnya saling bertukar sehingga prinsip ini menjadi prinsip utama.
Prinsip reciprocity dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu generalized, balanced, dan negative. Generalized reciprocity merujuk pada pertukaran dengan orang yang sangat dekat sehingga tidak ada ekspektasi pengembalian. Masyarakat dengan sistem kekerabatan umumnya saling memberi tanpa ada ekspektasi imbalan karena hubungan sosialnya yang erat. Dalam masyarakat kapitalis, hal ini dapat dilihat ketika orang tua memberi anaknya sesuatu yang tentu tidak berekspektasi anaknya untuk melakukan hal yang sama.
Balanced reciprocity merujuk pada pertukaran dengan orang yang hubungan sosialnya agak renggang sehingga ada ekspektasi imbalan yang tidak mendesak. Suatu masyarakat yang bertukar dengan masyarakat tetangga umumnya memiliki prinsip reciprocity seperti ini karena hubungan sosial mereka lebih renggang. Pertukaran antar teman di sekolah atau tempat kerja merupakan contoh sistem ini dalam masyarakat kapitalis.
Negative reciprocity merujuk pada pertukaran dengan orang yang dianggap asing sehingga ada ekspektasi imbalan yang mendesak. Reciprocity dapat memancing konflik karena orang yang bertukar dalam sistem reciprocity ini ingin mengeluarkan sumber daya sesedikit mungkin.
Potlaching
Salah satu kebudayaan yang sering dipelajari yang memiliki hubungan dengan ekonomi ialah budaya potlach. Budaya potlach merupakan budaya membagi-bagikan harta di daerah Amerika Utara. Harta yang dibagikan dapat berupa makanan, barang tambang, dsb. Dengan membagikan harta, masyarakat dapat mendapat gengsi. Semakin mewah, semakin tinggi tingkat gengsi yang didapat.
Budaya ini merupakan budaya yang menarik karena berlainan dengan asumsi dasar ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa manusia berperilaku secara rasional mengejar profit.
Ekonom Thorstein Veblen mencoba menjelaskan hal ini. Ia menyatakan bahwa budaya potlach ini merupakan budaya yang dimotivasi oleh irasionalitas manusia demi gengsi. Veblen, dengan penjelasannya, menjelaskan bagaimana manusia terkadang mengincar tujuan sosial ketimbang ekonomis.
Penjelasan lain mengenai fenomena ini datang dari antropologi ekologi. Wayne Suttles dan Andrew Vayda merupakan antropolog yang menjelaskan hal ini. Ketimbang mengatakan bahwa potlach merupakan hal yang irasional—karena dinilai menghamburkan harta tanpa profit yang konkret—antropologi ekologi melihat hal ini merupakan bentuk adaptasi terhadap surplus dan defisit sumber daya.
Potlach tetap berlandaskan rasionalitas manusia—seperti yang dipahami oleh ilmu ekonomi. Ketika masyarakat mengalami surplus, ia menggunakan sumber daya yang surplus itu untuk profitnya sendiri dalam bentuk gengsi atau prestise. Gengsi atau prestise tersebutlah yang akan membantu mereka ketika mereka mengalami defisit sumber daya. Karena dengan itu, masyarakat lain akan datang membantu mereka mengingat posisi sosial masyarakat tersebut yang tinggi.
Dengan begitu, budaya ini mendekatkan berbagai macam masyarakat karena ada satu masyarakat yang mendekatkan mereka melalui pembagian harta ini. Selain itu, karena harta dibagikan, stratifikasi ekonomi tidak ada pada masyarakat dengan budaya potlatch. Ia juga menjadi jaring pengaman bagi masyarakat ketika masa defisit sumber daya tiba.
Budaya potlatch ini umumnya berada pada masyarakat nonindustri. Karena sumber daya yang agak terbatas, budaya potlach yang bersifat berbagi ini menjadi “dominan” karena kebutuhan untuk saling melengkapi.