Di dalam Islam setidaknya ada dua kelompok ekstrem yang memandang Islam secara berbeda. Dalam perkembangan belakangan ini Islam terbagi menjadi dua kubu ekstrem yang saling bertolak belakang satu sama lainnya, kubu-kubu ini antara lain:
- Kelompok literal yang memahami agama Islam secara kaku, sangat keras, dan radikal. “Perjanjian yang mengikat antara kita dan mereka adalah salat, maka siapa saja yang meninggalkan salat, sungguh ia telah kafir.” (HR. Tirmidzi)
Dari hadis tersebut orang-orang yang termasuk golongan literal menyatakan bahwa jika sekali saja orang tidak melaksanakan salat maka dia adalah orang kafir. Hadis-hadis seperti inilah yang dipegang oleh kubu literal.
- Kelompok liberal yang memahami agama Islam sangat longgar. Misalnya dengan memahami hadis berikut:
Dari Mu'adz bin Jabal R.A ia berkata: “Rasulullah SAW berkata, siapa pun yang akhir ucapannya (ketika menjelang ajal) kalimat La ilaha illallah maka ia masuk surga”.
Orang-orang liberal sangat berpegang teguh terhadap hadis-hadis seperti ini, yang tentunya dari hadis tersebut terlihat jelas sangat longgar, di mana seseorang dapat masuk ke surga hanya dengan mengucapkan kalimat syahadat hingga akhir hayatnya.
Dari kedua kubu yang sangat berbeda ini yang tentunya sangat menjauh satu sama lainnya, kita mempelajari agama Islam dengan merangkul kedua kubu ini atau biasa kita sebut ummatan wasathan atau umat pertengahan. Kita tidak terlalu ekstrem seperti kubu literal dan tidak terlalu longgar seperti kubu liberal, kita akan memahami Islam sesuai dengan syariat dan konteks yang ada. Kita bisa merangkul kedua kubu tersebut dengan cara memahami agama yang sesungguhnya, misalnya dari hadis mengenai “tidak salat maka menjadi kafir” yang tadi, kita bisa memahami bahwa kafir di sini bukan berati orang tersebut menjadi non muslim, tetapi kita juga harus memahami konteksnya juga, secara bahasa kafir berarti menjauh, orang tersebut mengingkari dari salah satu kewajiban agama. Di dalam Al-Quran sendiri kafir terbagi menjadi bermacam-macam yaitu:
- Kafirun Bi Wujudillah adalah kafir terhadap wujudnya Allah, dengan tidak mempercayai eksistensi tuhan, dan mengingkari adanya Allah. Contohnya ateis.
- Kafirun Bi Wahdaniyatillah adalah kafir terhadap keesaan Allah SWT. Contohnya musyrik.
- Kafirun Bi Risalatin Muhammad adalah kafir terhadap risalah nabi Muhammad SAW. Contohnya ahli kitab (orang yahudi dan orang nasrani).
- Kafirun Bi Ni’matillah adalah kafir terhadap nikmat Allah SWT. Contohnya menyia-nyiakan makanan, boros air, dan tidak memaksimalkan waktu hidup.
Pemahaman ummatan wasathan ini kita kembangkan secara luas, tidak memihak di antara satu kubu tersebut. Untuk hadis kedua mengenai “orang yang membaca syahadat berarti masuk surga” kita dapat memahami hadis tersebut dengan orang yang membaca syahadat berarti orang tersebut harus tunduk dengan perintah Allah SWT dan orang tersebut harus melakukan seluruh perintah Allah SWT seperti salat, zakat, dll. Jika kita melaksanakan perintah Allah SWT tentunya kita akan masuk surga. Sedangkan, orang-orang muslim yang tidak menaati perintah Allah SWT, tentu saja orang tersebut akan tetap berdosa. Maka dari itu, ummatan wasathan menarik kedua pemahaman ini ke tengah dengan beberapa pedoman yaitu, tawazun (seimbang tidak berat sebelah), i’tidal (lurus, adil), tasamuh (toleransi), tawasuth (ambil jalan tengah). Dengan cara ini tentunya pemahaman keagamaan kita akan lurus, dan tidak terjebak pada pemahaman-pemahaman yang saling berkubu seperti kubu literal dan liberal tersebut. Untuk pengembangannya sampai saat ini kita harus terus kembangkan pemahaman-pemahaman itu lebih jauh, sehingga kita bisa memahaminya dengan cara yang lebih baik lagi dari beberapa hadis dan ayat Al-Quran yang ada dan kita juga harus kembangkan dengan komprehensif dan integral, tidak secara parsial. Jika hal itu kita lakukan tentunya kita akan menghasilkan pemahaman agama yang utuh sesuai dengan tuntunan para nabi dan sahabatnya. Sebagai umat yang moderat kita tidak boleh belajar agama hanya dari satu kelompok saja, kita harus memperbanyak perspektif dengan belajar agama dari mana saja yang tentunya dapat membuat diri kita tidak memiliki pemahaman yang sempit, tetapi memiliki pemahaman yang luas.