Al-Qur’an adalah kitab suci yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia agar hidup sesuai dengan jati dirinya. Secara bahasa al-Qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti mengumpulkan dan menghimpun dan qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Definisi al-Qur’an sesungguhnya mengandung dua unsur penting. Pertama, a-lQur’an sebagai firman Allah (kalamullah), Tuhan seluruh manusia, lintas masa, dan waktu sehingga petunjuk dalam al-Qur’an ditujukan kepada seluruh manusia lintas masa dan tempat (likulli zaman wa makan). Kedua, al-Qur’an sebagai wahyu yang diterima oleh Rasul Muhammad SAW yang lahir pada tahun 571 M kemudian mulai menerima wahyu pada usia 40 tahun, yaitu 611 M dan wafat pada tahun 634 M.
Dua sisi sekaligus dari al-Qur’an, yakni petunjuk umum untuk seluruh manusia lintas zaman dan wilayah sekaligus petunjuk khusus untuk Rasulullah SAW dan pengikutnya selama masa pewahyuan, menyebabkan al-Qur’an mengandung petunjuk yang bersifat universal yang tidak terkait langsung dengan kondisi waktu itu, sekaligus kontekstual atau terkait langsung dengan kondisi waktu itu. Sejarah menunjukkan bahwa al-Qur’an tidak turun sekaligus melainkan secara berangsur-angsur (tadrij). Cara ini menunjukkan adanya keterkaitan erat antara firman Allah yang bersifat universal, dengan kondisi masyarakat Arab yang dihadapi oleh Rasul Muhammad SAW sepanjang masa pewahyuan.
Cara turun al-Qur’an secara berangsu-angsur mempunyai tujuan agar pesan Allah dapat tertancap kuat di dalam hati (linutsabbita bihi fuadak) sebagaimana disinggung dalam Qs. al-Furqan/25:32. Karena turun bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa dapat memudahkan hafalan dan pemahaman yang menjadi salah satu faktor kemantapan hati. Ada banyak ayat yang menyebutkan nama orang-orang yang memang hidup ketika itu. Di samping menyebutkan nama-nama orang yang nyata ada dalam sejarah kehidupan manusia, al-Qur’an juga kerap turun merespons situasi yang nyata terjadi pada masa itu. Misalnya ayat-ayat yang diawali dengan pertanyaan-pertanyaan masyarakat tentang berbagai hal sehingga diawali dengan kalimat mereka bertanya padamu.
Al-Qur’an sesungguhnya mempunyai aspek fisik sekaligus batin. Aspek fisik al-Qur’an adalah aspek sebagaimana terlihat dalam mushaf al-Qur’an, yakni terdiri dari susunan huruf dan bisa diperdengarkan dengan suara (biharfin wa shautin). Adapun aspek batin al-Qur’an adalah keseluruhan pesan yang menjiwainya, seperti tauhid, kemaslahatan semesta, kemanusiaan, kelestarian alam, keadilan, dan semua pesan kebajikan universal lainnya. Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia dalam mewujudkan kemaslahatan bagi semesta. Ia menjadi sumber utama Syariat Islam yang memuat ajaran-ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah, sesama manusia, alam, maupun dengan sesama makhlukNya.
Dalam praktiknya, manusia sering kali dihadapkan pada pilihan-pilihan dilematis yang sama-sama buruk atau sama-sama tidak ideal. Maka prinsip dasar dalam menghadapi kondisi tersebut adalah diambil pilihan yang dengan risiko buruk paling lebih sedikit (akhaffudl dlarurain), yakni risiko buruk terendah bagi kehidupan bersama (diri sendiri dan pihak lain). Jadi, inilah kemungkinan kondisi yang dihadapi oleh manusia dan apa yang mesti dipilihnya:
- Baik dan lebih baik, pilih yang lebih baik,
- Baik dan baik, pilih yang terbaik,
- Baik dan buruk, pilih yang baik,
- Buruk dan buruk, pilih yang terbaik,
- Buruk dan lebih buruk, pilih yang buruk
Para Ulama telah menjelaskan bentuk-bentuk kemaslahatan yang menjadi tujuan Syariat Islam sehingga menjadi tujuan al-Qur’an di setiap firmannya. Jumlahnya ada yang menyebut lima namun dan ada pula yang menyebut enam. Bentuk-bentuk kemaslahatan ini bahkan terus berkembang tanpa meniadakan bentuk yang sudah ada:
- Menjaga Agama (Hifdzud Din),
- Menjaga Jiwa (Hifdzun Nafs),
- Menjaga Akal (Hifdzul Aqli),
- Menjaga Keturunan (Hifdzun Nasl),
- Menjaga Kehormatan (Hifdzun Irdl), dan
- Menjaga Harta (Hifdzul Mal).
Kemaslahatan yang dikehendaki Islam yang sekaligus dikehendaki oleh al-Qur’an sebagai sumber utama petunjuk adalah terpenuhinya seluruh kebutuhan manusia, baik secara lahir maupun batin, dan baik terkait dengan kebutuhan internal manusia sehingga tak terpisahkan dari diri manusia, terkait dengan kebutuhan eksternal yang berada di luar diri manusia. Ada tiga tingkat kemaslahatan manusia berdasarkan tingkat kebutuhan yang dimiliki oleh manusia, yaitu:
- Kemaslahatan Dlaruriyyah, yaitu pemenuhan kebutuhan primer manusia yang menjadi syarat hidup dengan baik dan layak sehingga tanpanya manusia akan mengalami keburukan, bahaya, bahkan punah,
- Kemaslahatan Hajiyyah, yaitu pemenuhan kebutuhan sekunder manusia yang dengannya hidup manusia menjadi lebih mudah,
- Kemaslahatn Tahsiniyyah, yaitu pemenuhan kebutuhan tersier manusia yang dengannya hidup manusia menjadi lebih indah.
Jadi, misi al-Qur’an sebagai sumber petunjuk utama Syariat Islam adalah mewujudkan kehidupan yang menjadi anugerah bagi semesta alam (Rahmatan lil Alamin), dengan menyempurnakan Akhlak mulia manusia yang menjadi misi kerasulan Muhammad SAW yang menjadi penerima langsung dari Allah melalui malaikat Jibril. Namun demikian, al-Qur’an kerap disalahpahami dan disalahgunakan untuk melegitimasi tindakan yang bertentangan dengan al-Qur’an sehingga menyadari perbedaan mendasar antara al-Qur’an dengan pemahaman atasnya menjadi sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA
El-Zastrouw, Ngatawi dkk. (2020). Materi Pembelajaran Mata Kuliah Agama Islam. Jakarta: Universitas Indonesia.