Langsung ke konten utama

Marriage

Salah satu aspek hidup manusia yang penting ialah pernikahan. Ia memiliki peran penting untuk memastikan keberlanjutan hidup manusia. Akan tetapi, pernikahan itu sendiri ternyata tidak terlepas dari kebudayaan manusia. Ia tidak lepas dari kondisi sosio-kultural masyarakat. 

How is marriage defined and regulated and what right does it convey?

Secara umum, kita mengenal pernikahan dengan hubungan romantis. Kita juga menghubungkan pernikahan dengan reproduksi dan keluarga. Akan tetapi, pernikahan itu sendiri apa?

What is marriage?

Tidak ada definisi yang bisa merepresentasikan pernikahan secara universal. Setiap masyarakat memiliki bentuk dan pengertiannya masing-masing mengenai pernikahan. Akan tetapi, secara umum, pernikahan merupakan penggabungan pria dan perempuan dimana seorang anak lahir dari perempuan tersebut dan dianggap anak resmi dari pasangan tersebut.

Definisi ini tidak universal karena ada masyarakat dimana pria bergabung dengan dua perempuan atau lebih dan sebaliknya atau yang dikenal dengan plural marriages. Atau untuk perempuan yang menikahi sekelompok laki-laki bersaudara yang dikenal dengan fraternal marriages. Beserta bentuk-bentuk lain—same sex marriages misalnya dimana ada beberapa budaya yang mengenalnya— yang menyulitkan adanya definisi pernikahan yang universal.

Incest and exogamy

Setiap masyarakat/budaya memiliki regulasinya sendiri mengenai siapa yang dapat dinikahi dan siapa yang tidak. Bagi masyarakat nonindustri, hubungan antar orang ada dua, yaitu teman dan orang asing. Untuk menjadikan orang asing menjadi teman, pernikahan merupakan salah satu metode utama. Oleh karena itu, muncul suatu “regulasi” bagi beberapa masyarakat dalam bentuk exogamy, yaitu praktik mencari pasangan yang berada di luar kelompok sendiri.

Praktik ini cukup dominan karena ia memiliki nilai adaptif dimana orang yang tadinya dianggap asing sekarang dianggap menjadi teman sehingga memperluas koneksi yang sewaktu-waktu dapat membantu. Oleh karena itu, kebanyakan masyarakat tidak mendukung pernikahan dengan kelompok yang sama, terutama kerabat.

Akan tetapi, bukan berarti regulasi seperti itu tidak ada. Incest merupakan salah satu “regulasi” lain dalam pernikahan yang berarti aktivitas seksual antar kerabat. Akan tetapi, siapa yang dianggap kerabat berbeda sehingga incest dalam satu masyarakat bisa saja bukan incest dalam masyarakat lain. Dengan demikian, incest sebetulnya merupakan hasil konstruksi sosial—layaknya pernikahan dalam umumnya yang juga hasil konstruksi sosial.

Oleh karena itu, hubungan seks itu sebetulnya dikontestasikan—layaknya budaya itu sendiri. Apa yang dianggap hubungan seks, dengan siapa hubungan seks diperbolehkan, aturan-aturan apa saja yang dalam hubungan seks, dst., akan berbeda-beda.

Misal—dalam hubungannya dengan incest—ialah hubungan seks antar sepupu. Bagi kebanyakan masyarakat industri, sepupu tidak dibedakan. Apabila seseorang merupakan anak dari saudara salah satu dari orang tua, ia merupakan sepupu. Akan tetapi, masyarakat lain memiliki dikotomi sepupu.

Dikotominya ialah parallel cousins dan cross cousins. Parallel cousins merupakan sepupu dari orang tua dan saudaranya yang berkelamin sama. Misal, kita (ego) yang merupakan anak dari ayah kita (ego) dengan anak paman (saudara laki-laki ayah). Begitu pula dengan ibu dengan saudara perempuannya. Cross cousins merupakan sepupu dari orang tua dan saudaranya yang berbeda kelamin. Misal, kita (ego) yang merupakan anak dari ayah kita (ego) dengan anak bibi (saudara perempuan ayah). Dan sebaliknya bagi ibu dan saudara laki-lakinya.

Hal ini menyebabkan adanya aturan tersendiri mengenai pernikahan antar sepupu, terutama pada masyarakat moiety organization, dimana suatu kelompok keturunan hanya hidup dengan satu kelompok keturunan lain. Hal ini dibagi menjadi patrilineal moiety dan matrilineal moiety.

Pada masyarakat seperti ini—baik yang patrilineal maupun matrilinealcross cousins selalu berada pada kelompok keturunan yang berbeda. Misal, pada masyarakat patrilineal berarti anak dari saudara perempuan (bibi) ayah yang merupakan cross cousins kita (ego) berada pada kelompok keturunan yang berbeda karena sang bibi sudah bergabung dengan kelompok keturunan suaminya. Dengan demikian, cross cousins dalam konteks ini boleh dinikahi karena ia berada pada kelompok keturunan yang berbeda dan tidak dianggap sebagai incest.

Dengan demikian, incest merupakan hal yang kompleks dan bergantung pada budaya setiap masyarakat. Tidak semudah apa yang kita bayangkan sebagai incest.

Incest and its avoidance

Meskipun incest tidak didukung pada kebanyakan masyarakat, ia masih terjadi, bahkan primata pun melakukannya. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang memang membolehkan incest, albeit ada beberapa perdebatan mengenai penggunaan istilah masyarakat tersebut.

Misal masyarakat Ojibwa. Ia menggunakan istilah yang sama untuk ibu-bibi, ayah-paman, sepupu-saudara. Oleh karena itu, ada kemungkinan incest terjadi pada kondisi ini. Selain itu, terdapat masyarakat Mesir Kuno. masyarakat Mesir Kuno membolehkan incest di beberapa distrik. Akan tetapi, kembali lagi, ada pertanyaan mengenai apakah incest yang terjadi benar-benar antara kerabat sedarah atau kerabat dalam konsepsi budaya mereka.

Bagi masyarakat barat, hubungan “incest” antara ayah tiri dengan anaknya sering terjadi dan melahirkan perdebatan mengenai apakah ini incest atau tidak. Yang jelas, incest—dalam pengertian apa pun—terjadi dalam hidup manusia. Yang menjadi pertanyaan ialah, jika masyarakat cenderung menghindari incest mengapa ia perlu dilarang secara eksplisit (dalam beberapa masyarakat)?

Incest avoidance

Salah satu alasan umum yang diberikan mengenai mengapa incest dilarang dalam beberapa masyarakat ialah ia menghasilkan keturunan yang cacat. Minimnya variasi genetik pada seorang anak yang terlahir dari pasangan yang sedarah cenderung melahirkan kecacatan.

Akan tetapi, itu merupakan jawaban dari sudut biologis. Pernikahan memiliki hubungan erat dengan kondisi sosio-kultural masyarakat. Oleh karena itu, dalam sudut pandang sosio-kultural, incest cenderung dilarang karena ia tidak produktif.

Dengan menikahi seseorang yang berasal dari bukan kerabat, ia dapat memperluas hubungan relasinya. Dengan demikian, akses terhadap sumber daya bertambah. Relasi sosial tersebut juga merupakan aset berharga karena mereka dapat membantu. Incest dapat membuat suatu kelompok mengalami kepunahan.

Endogamy

Incest memiliki hubungan dengan bentuk regulasi lain, yaitu endogamy, pernikahan antar orang dalam satu kelompok yang sama. Endogamy tidak terbatas pada kelompok kerabat saja. Kelompok kelas sosial dan etnisitas dapat dikategorikan sebagai endogamy apabila seseorang dalam kelas sosial/etnisitas tertentu menikah dengan orang dalam kelas sosial/etnisitas yang sama. Hal inilah yang sering terjadi pada kebanyakan masyarakat industri.

Ini dikenal sebagai homogamy, yaitu pernikahan antar orang yang memiliki kemiripan. Kemiripan di sini ialah kemiripan latar belakang sosial. Hal ini—dalam konteks ekonomi—merupakan salah satu penyebab mengapa kesenjangan si kaya dan si miskin semakin lebar.

Caste

Salah satu bentuk ekstrem dari endogamy ialah sistem kasta, yang dominan di India meskipun secara formal sudah dihapus pada tahun 1949. Ia membagi masyarakat India ke dalam 5 kasta yang didalamnya terdapat sub-kasta. Untuk membedakannya, biasanya dapat dengan melihat perbedaan okupasi tiap kasta.

Kasta yang berada pada tingkat atas dipercaya sebagai kasta yang murni sehingga kontak dengan orang di luar kastanya dianggap sebagai pengotoran. Oleh karena itu, sistem kasta di India sangat mendorong endogamy untuk memastikan kemurnian tiap kasta, terutama kasta tertinggi.

Akan tetapi, jika lingkupnya dikecilkan, exogamy juga terjadi. Pada kasta yang sama, ada beberapa kelompok keturunan. Sehingga, dalam lingkup yang lebih kecil, sebetulnya pernikahan exogamy terjadi dengan orang India menikahi orang dari kelompok keturunan yang berbeda, meskipun berada pada kasta yang sama.

Royal endogamy

Endogamy juga umumnya didukung dalam keluarga royal atau kerajaan. Hal ini berhubungan dengan manifest dan latent function dari pernikahan.

Misalkan kerajaan di Hawaii maupun kerajaan di Polynesia lainnya. Ada sebuah kepercayaan bahwa sesuatu—baik orang maupun benda—memiliki mana, semacam kekuatan. Mereka percaya bahwa penguasa memiliki mana yang berlimpah dan yang bisa menyaingi jumlah mana penguasa adalah saudaranya sendiri. Oleh karena itu, untuk menjaga jumlah mana yang dimiliki dan kemurniannya, pernikahan antar saudara penguasa diperbolehkan. Ini merupakan manifest function dari pernikahan bagi keluarga kerajaan Hawaii.

Ia juga memiliki fungsi laten, yaitu fungsi yang berhubungan dengan politik kerajaan Hawaii. Dengan pernikahan antar saudara, anaknya memiliki jaminan yang pasti untuk meneruskan takhta. Dengan demikian, konflik perebutan takhta dapat diminimalisasi. Selain itu, untuk menjaga harta kerajaan tetap berada pada keluarga yang sama, pernikahan antar saudara ini didorong dalam keluarga kerajaan.

Marital rights and same-sex marriages

Secara umum, menurut Edmund Leach, pernikahan dapat memberikan hak-hak tertentu, di antaranya:

  1. Hak “menjadi” orang tua yang sah
  2. Monopoli seksualitas terhadap pasangan
  3. Hak tenaga kerja terhadap pasangan
  4. Hak properti pasangan
  5. Properti/harta yang dibagi bersama (tidak terpisah) untuk manfaat anak mereka
  6. Hubungan afinitas dengan pasangan dan kerabatnya

Akan tetapi, hak-hak ini menjadi polemik, terutama pada pasangan homoseksual. Sering terjadi perdebatan apakah pasangan homoseksual diperbolehkan mendapatkan hak-hak ini atau tidak. Bagi negara/daerah yang membolehkan pernikahan homoseksual secara sah (legal), hak-hak tersebut dapat dirasakan, tetapi bagi yang tidak/belum, hak-hak tersebut tidak dimiliki oleh pasangan yang sejenis.

What role does marriage play in creating and maintaining group alliances?

Selain    melahirkan   hubungan    antar individu,    pernikahan   memiliki    peran    dalam melahirkan dan menjaga hubungan antarkelompok.

Marriage as a group alliance

Pada masyarakat industri, pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang dianggap personal (individual). Namun, di luar masyarakat industri, pernikahan lebih dianggap sebagai sesuatu yang komunal. Dalam artian, ia menjalin hubungan antarkelompok.

Pada masyarakat industri, pernikahan ditentukan oleh pasangan yang ingin menikah. Di luar masyarakat industri, pernikahan ditentukan oleh kelompok—umumnya kelompok kerabat. Akan tetapi, dengan berkembangnya budaya barat/industri pada masyarakat lain karena globalisasi, ide pernikahan yang individual (karena keputusan pasangan dan cinta antar kedua individu dalam pasangan) mulai diterima dan diterapkan pada masyarakat-masyarakat selain masyarakat barat/industri.

Akan tetapi, gagasan pernikahan merupakan hal yang komunal tetap ada dalam masyarakat nonindustri.

Gifts at marriage

Dalam masyarakat nonindustri, orang yang akan memasuki pernikahan harus dibantu oleh kerabatnya. Ada suatu kewajiban bagi keluarga/kerabat laki-laki untuk memberi hadiah kepada kerabat perempuan yang akan dinikahinya sebagai kompensasi atas kehilangan salah satu kerabatnya. Dalam masyarakat Mozambique ini dikenal dengan lobola dan sangat kental dengan masyarakat patrilineal.

Keluarga laki-laki memberi lobola kepada keluarga perempuan karena anak dari pasangan ini akan masuk ke dalam keluarga laki-laki. Untuk mengganti kehilangan tersebut, diberikanlah suatu kompensasi, umumnya dalam bentuk hewan ternak.

Bentuk lain ialah dowry yaitu hadiah substantial untuk keluarga laki-laki dari keluarga perempuan. Keluarga perempuan memberikan hadiah kepada keluarga laki-laki karena pada masyarakat yang mengenal tradisi ini, perempuan umumnya dipandang sebagai beban. Sebagai kompensasi atas bertambahnya beban yang harus dipikul oleh keluarga sang suami, diberikanlah hadiah. Namun, lobola lebih sering ditemukan daripada dowry.

Hadiah lobola umumnya akan digunakan secara berdaur. Keluarga perempuan yang menerima iobola akan menggunakannya lagi ketika kerabat laki-lakinya akan menikah. Selain itu, iobola memiliki peran sebagai penjamin hubungan kedua kelompok. Apabila pasangannya menikah, keluarga sang suami jika ingin menikah lagi harus menyusun lobola yang baru. Hal ini sangat melelahkan dan costly. Oleh karena itu, lobola yang sudah diberikan biasanya akan menjadi jaminan bahwa hubungan pernikahan tersebut akan “langgeng”. Semakin besar lobola, semakin “langgeng” hubungannya.

Hal yang menjadi faktor utama dari “kelanggengan” hubungan pada masyarakat seperti ini ialah fertilitas istri. Apabila sang istri tidak bisa menghasilkan keturunan, sang suami akan mencari istri lain yang umumnya berasal dari keluarga yang sama dari sang istri guna menghindari menyusun lobola lagi. Keluarga istri akan menyediakan perempuan lain untuk memenuhi ini (mengingat mereka sudah menerima lobola). Hal ini umumnya mendorong terjadinya plural marriages.

Dengan demikian, kebutuhan untuk meneruskan keturunan kelompok keturunan menjadi faktor utama mengapa pernikahan pada masyarakat seperti ini menjadi urusan komunal bukan individual.

Durable alliances

Untuk menjamin hubungan antarkelompok tetap terjalin, umumnya dilakukan praktik lain, yaitu menikahi saudara pasangan yang meninggal. Dengan demikian, hubungan antarkelompok tetap terjalin yang disimbolikan melalui pernikahan ini.

Bentuknya dapat berupa sororate, yaitu ketika sang suami menikahi saudara perempuan istri. Dapat juga berupa levirate, ketika sang istri menikahi saudara laki-laki suami.

Divorce

Tidak semua hubungan akan “langgeng”. Beberapa hubungan berujung dengan perceraian. Akan tetapi, mudah-tidaknya perceraian terjadi berbeda antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Pada masyarakat yang mengenal lobolo dapat dilihat bahwa perceraian merupakan hal yang cukup sulit karena adanya jaminan lobolo.

Perceraian cenderung terjadi masyarakat matrilineal daripada patrilineal. Studi pada masyarakat Hopi yang merupakan masyarakat matrilineal memperlihatkan bahwa perempuan di masyarakat tersebut setidaknya pernah bercerai sekali. Hal ini menandakan pernikahan yang tidak stabil.

Masyarakat matrilineal memudahkan terjadi perceraian karena perempuan merupakan hal yang menjadi “utama”. Oleh karena itu, perceraian pada masyarakat matrilineal lebih didasari pada loyalitas. Apakah sang istri loyal kepada keluarganya atau suaminya. Apabila ia lebih loyal kepada keluarganya, ia dapat dengan mudah mengusir suaminya dan anak mereka akan tetap berada pada pegangan istri. Secara ekonomi, perempuan pada masyarakat matrilineal juga lebih aman karena aset berada pada keluarga sang istri. Dengan demikian, perceraian menjadi lebih mudah karena sang istri akan lebih aman dibanding pada masyarakat patrilineal.

Pada masyarakat patrilineal, perceraian menjadi hal yang sulit karena lobola harus disusun kembali apabila ingin menikah (bagi masyarakat yang mengenal lobola). Perempuan atau sang istri juga jarang yang ingin bercerai karena anak mereka akan berada pada pegangan sang suami.

Selain itu, kondisi politik dan ekonomi pada suatu masyarakat juga memengaruhi proses perceraian. Masyarakat forager yang tidak memiliki kepentingan politik dalam pernikahan (seperti menjalin aliansi atau hubungan antarkelompok karena minimnya kelompok keturunan) menyebabkan perceraian menjadi lebih mudah. Berbeda dengan masyarakat yang menerapkan food produce yang kental dengan kelompok keturunan.

Masyarakat forager juga minim properti sehingga apabila ingin berpisah akan menjadi lebih mudah. Akan tetapi, dalam masyarakat forager, karena keluarga merupakan unit kelompok terpenting untuk bertahan hidup, perceraian menjadi agak sulit. Kehidupan masyarakat forager—terutama yang tidak bergabung pada suatu band—memiliki pilihan pasangan yang minim sehingga sulit untuk bercerai. Berbeda dengan masyarakat food produce dimana pilihan lebih banyak. Masyarakat forager juga tidak memiliki rumah yang tetap sehingga apabila bercerai tidak ada tempat pulang, sedangkan masyarakat food produce dapat pulang kembali ke rumah awal apabila bercerai.

Pada masyarakat industri, ketika pasangan sudah kehilangan cintanya, umumnya pernikahan akan berujung cerai. Akan tetapi, perceraian merupakan hal yang mahal dalam masyarakat industri. Hubungan ekonomi pasangan, tanggung jawab anak, dan opini masyarakat dapat menghambat perceraian terjadi.

What forms of marriage exist cross-culturally and what are their social correlates?

Bentuk-bentuk pernikahan dapat bermacam-macam. Tidak hanya seperti yang umum masyarakat industri kenal.

Plural marriages

Praktik polygamy merupakan hal yang wajar pada kebanyakan masyarakat. Namun, pada masyarakat industri hal ini berlawanan dengan hukum. Akan tetapi, ada bentuk plural marriages yang terdapat pada masyarakat industri, meskipun bukan polygamy, yaitu serial monogamy, pernikahan dengan beberapa pasangan tetapi tidak pada waktu yang bersamaan. Polygamy sendiri dibagi menjadi dua macam.

Polygyny

Polygyny merupakan situasi dimana laki-laki memiliki dua istri atau lebih. Dalam beberapa masyarakat, hal ini sebetulnya diperbolehkan oleh budaya, tetapi jarang dipraktikkan. Salah satu alasannya ialah jumlah laki-laki yang rata-rata setara dengan jumlah perempuan.

Tradisi menikah telat bagi laki-laki—yang terdapat pada beberapa masyarakat seperti masyarakat Kanuri—menjadi salah satu alasan polygyny terjadi. Dengan laki-laki yang menikah telat dan perempuan yang sudah menikah lebih dulu, banyak sekali janda yang dapat dinikahi oleh laki-laki.

Selain itu, pada beberapa masyarakat, banyaknya istri menjadi simbol tertentu bagi laki-laki. Ia merupakan simbol untuk keluarga yang produktif, prestise, dan status. Keluarga dengan istri yang banyak dapat menjadi produktif karena memiliki tenaga kerja lebih. Dengan demikian, kekayaan dapat lebih mudah terkumpul. Dengan kekayaan lebih mudah terkumpul, prestise dan status tinggi lebih mudah digapai.

Selain itu, polygyny juga memiliki aspek politis. Bagi masyarakat dengan suatu kerajaan—misal kerajaan Merina di Madagascar—sang raja memiliki 12 istri yang ditempatkan pada setiap wilayah kekuasaannya. Dengan demikian, istri-istrinya dapat menjadi semacam “sub-ratu” di wilayah tersebut dengan mengawasi dan melapor kepada raja.

Ia juga dapat memberi kesempatan bagi commoner untuk menjadi bagian dari aristokrat. Misal di Uganda dimana sang raja menikahi seseorang dari seluruh klan yang ada pada wilayah kerajaannya sehingga semua klan memiliki kesempatan untuk menjadi pemegang takhta.

Persepsi terhadap polygyny selalu berkembang. Di Turki misalnya. Dulu polygyny merupakan hal yang sah secara hukum, tetapi sekarang tidak, meskipun masih dipraktikkan.

Polyandry

Polyandry merupakan hal yang lebih jarang daripada polygyny. Ia merupakan kondisi dimana sang istri memiliki dua suami atau lebih. Ia biasa ditemukan pada wilayah Asia Selatan. Umumnya polyandry ada sebagai bentuk adaptasi bagi masyarakat yang memiliki suatu tradisi untuk laki-laki pergi berdagang atau militer. Dengan menikahi dua suami atau lebih, ada setidaknya satu laki-laki di rumah yang menemani istri.

Selain itu, bagi suatu kelompok kerabat dengan sumber daya terbatas, praktik fraternal polyandry dapat membantu. Dengan ini, suatu kelompok laki-laki bersaudara dapat menikahi satu perempuan yang sama dan dengan itu, dapat mengakumulasi sumber dayanya yang dimiliki oleh masing-masing laki-laki. Dengan itu juga, pembagian warisan juga menjadi lebih mudah karena keturunan yang terbatas dan kompetisi antar keturunan menjadi lebih minim.

Online marriage market

Pada masyarakat industri, potensi pasangan lebih luas daripada masyarakat nonindustri yang umumnya terbatas pada cross cousins dan anggota moiety lainnya. Dalam masyarakat industri, sekarang, mulai banyak yang mencari pasangan secara online. Oleh karena itu, seseorang dapat menikah tidak lagi terbatas pada kelompok sosialnya, seperti kelompok teman, kerja, dst., tetapi dapat dengan orang yang belum pernah dikenal sebelumnya.

Mereka yang bertemu secara online lama-kelamaan akan bertemu langsung dan dapat menjalin hubungan. Orang yang memiliki kenalan yang menjalin hubungan secara online umumnya akan ikut mencari hubungan secara online. Internet sudah menjadi komplementer bagi seseorang dalam mencari hubungan.

Fitur online dating semakin lama semakin populer. Yang menarik ialah hubungan online dating dengan konteks sosial seseorang. Kondisi sosial seseorang akan memengaruhi bagaimana ia dalam online dating dan juga memengaruhi teman offline dalam menggunakan online dating. Yang menarik lainnya ialah yang paling sering menggunakan online dating adalah orang-orang yang lebih tua. Internet memudahkan seseorang dalam menjalin hubungan dan memperluas market pasangan suatu negara.

Postingan populer dari blog ini

MENGURAI GLOBALISASI: WUJUD BUDAYA DAN PERUBAHAN SOSIAL DI JABODETABEK

A. PENGERTIAN GLOBALISASI Pengaruh globalisasi dalam dunia yang semakin terhubung secara global telah menjadi perhatian utama dalam berbagai bidang. Dalam era globalisasi ini, batasan-batasan geografis semakin terkikis, memberikan ruang bagi pertukaran informasi, ide, produk, dan budaya yang lebih intensif dan cepat. Fenomena ini tidak hanya membawa manfaat yang signifikan, tetapi juga menimbulkan tantangan dan perdebatan yang kompleks. Menurut Anthony Giddens, globalisasi adalah proses di mana dunia semakin terhubung melalui pertukaran informasi, ide, produk, dan budaya secara global. Ia berpendapat bahwa globalisasi melibatkan percepatan interaksi dan interdependensi antara negara-negara, serta melampaui batasan-batasan geografis dan politik. Giddens juga menekankan bahwa globalisasi memiliki dampak yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya (Giddens, 19

TUGAS GEOGRAFI KELAS X SMA BAB HIDROSFER

PERTANYAAN   Jelaskan aktivitas manusia (minimal 3) yang dapat mengganggu proses siklus hidrologi serta dampak yang ditimbulkannya.   JAWABAN   Kegiatan manusia yang memengaruhi siklus air adalah penebangan hutan secara liar. Pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Pembangunan perumahan dan perindustrian. Pembangunan jalan tol dan jalan raya di perkotaan dan desa.   Penebangan hutan liar yang menyebabkan banyaknya lahan kosong sehingga air yang turun tidak terserap oleh tanah. Pembangunan jalan dengan menggunakan aspal dan beton untuk membuat jalan tol dan jalan raya. Aspal dan beton menghalangi air untuk meresap ke dalam tanah. Pembakaran hutan yang dapat menyebabkan struktur tanah dan juga tandus. Tidak menanami lahan-lahan yang kosong dengan tanaman, tetapi mengubah lahan-lahan tersebut menjadi daerah pemukiman. Berkurangnya daerah resapan air di daerah perkotaan sehingga mengakibatkan sungai, danau, dan daerah penampungan air menjadi kering. Apabila kering, maka men

TRANSFORMASI DAN ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR INDONESIA

A. PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL DAN MASYARAKAT PESISIR Dalam era yang terus berkembang ini, perubahan sosial menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut melibatkan berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks masyarakat pesisir Indonesia. Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, pemahaman yang mendalam tentang perubahan sosial pada masyarakat pesisir menjadi sangat penting. Jan Flora dan Arnold P. Goldsmith menggambarkan perubahan sosial sebagai dinamika sosial dan transformasi struktur sosial yang melibatkan perubahan dalam pola hidup, mata pencaharian, dan pola kekerabatan dalam masyarakat (Flora & Goldsmith, 2003). Dalam konteks masyarakat pesisir, perubahan sosial dapat mencakup pergeseran dalam mata pencaharian dari perikanan tradisional ke sektor pariwisata atau industri lainnya, serta perubahan dalam struktur keluarga dan pola kekerabatan yang dap