Semenjak duduk di bangku SMA, saya sudah mulai dihantui oleh pertanyaan “Mau kuliah dimana? Jurusan apa?” oleh guru, tetangga, bahkan keluarga. Hal tersebut cukup mengganggu saya yang saat itu masih berada di kelas X SMA. Akan tetapi, saya tersadarkan bahwa menentukan jurusan dan tempat berkuliah merupakan hal yang cukup vital untuk kami para siswa. Hal ini karena banyak mahasiswa yang salah dalam memilih jurusan dan tidak betah dengan lingkungan tempat mereka berkuliah. Oleh sebab itu, saya mulai melakukan riset kecil-kecilan agar hal yang sama tidak terjadi kepada saya. Saya memulai dari hal sederhana, yakni hal yang saya tidak suka dan sangat saya hindari, kemudian saya melanjutkan dengan tujuan apa yang saya ingin capai. Karena saya tidak suka matematika dan saya memiliki tujuan untuk mencari pekerjaan yang strategis dan memiliki prospek kerja yang luas, saya mulai mencari dengan berselancar di internet dan melakukan penelusuran.
Setelah riset yang cukup, saya menemukan beberapa artikel yang menarik menurut saya. Artikel tersebut berisi jurusan kuliah yang sedikit hitung-hitungan dan memiliki prospek kerja yang luas. Seketika saya tersadar bahwa ini adalah yang saya cari, tetapi tidak berhenti disitu saya juga melakukan riset tentang program studi tersebut mulai dari mata kuliah apa saja yang ditawarkan, hal apa saja yang bisa saya dapatkan dari program studi tersebut, sampai universitas yang memiliki akreditasi dan peringkat terbaik untuk program studi tersebut. Sampai akhirnya saya menemukan jurusan ilmu komunikasi dan Universitas Indonesia sebagai PTN terbaiknya di Indonesia.
Setelah riset dan menentukan tujuan, saya memulai membuat target-target kecil untuk mencapai target utama saya. Mulai dari mengubah kebiasaan belajar lebih sering sampai mengorbankan banyak waktu bermain dan beristirahat. Saya mengalami kesulitan di awal karena takut kehilangan masa SMA dan momen-momen menyenangkan lainnya, tetapi saya meyakinkan diri saya sendiri bahwa hasil yang akan saya bawa akan membayar semuanya. Saya mulai menutup diri saya dari media sosial agar tidak terganggu dan tergoda oleh apa yang teman saya lakukan. Setelah menonaktifkan media sosial, saya mulai rajin pergi ke tempat bimbingan belajar untuk mempersiapkan semua proses seleksi masuk perguruan tinggi.
Selepas memasuki kelas XII SMA saya fokus memperbaiki nilai rapor agar dapat mengikuti SNMPTN. Rencana mulai terlihat lancar, saya dinyatakan sebagai siswa eligible di SMAN 44 JAKARTA dan berkesempatan mengikuti SNMPTN. Akan tetapi, melihat peluang dari jalur seleksi ini yang sangat kecil saya mulai memikirkan strategi dan mengubur mimpi saya terlebih dahulu. Saat hari pengumuman hasil seleksi saya telah memiliki firasat buruk akan hasilnya karena sepanjang hidup saya, saya belum pernah mendapati hasil yang baik di kesempatan pertama yang saya coba. Di titik ini rencana dan usaha seolah berputar menentang melawan saya, pada saat itu juga saya percaya bahwa kalimat “usaha tidak akan mengkhianati hasil” hanya berlaku di dunia yang ideal tetapi tidak dengan dunia ini.
Setelah mengalami hasil pahit di seleksi sebelumnya, sekolah memberi kesempatan lagi kepada siswa eligible untuk mengikuti PPKB UI. Pada awalnya saya memilih program vokasi dengan pilihan jurusan hubungan masyarakat karena tidak jauh berbeda dengan jurusan ilmu komunikasi. Akan tetapi, kedua kakak saya yang telah bekerja melarang saya untuk mengambil jurusan tersebut karena menurut mereka akan sulit bagi saya untuk naik secara jenjang karir apabila saya tidak S1. Setelah beberapa perdebatan dan menjelaskan peluang yang besar bagi saya untuk bisa masuk melalui jalur tersebut apabila saya memilih jurusan hubungan masyarakat, kedua kakak saya menyerahkan semua keputusan kepada saya. Setelah berpikir panjang dan melewati beberapa kontemplasi, saya memutuskan untuk mengubah pilihan saya dan beralih ke jurusan ilmu komunikasi paralel. Pada hari pengumuman saya tertolak dan mulai merasa putus asa. Saya mencoba berpikir jernih apa yang harus saya lakukan dan berakhir dengan merancang ulang rencana saya.
Rencana berubah, kali ini saya harus lebih keras lagi untuk menghadapi SBMPTN dan menjadi pejuang UTBK. Di momen ini, saya sadar bahwa jalur yang kali ini saya tempuh jauh lebih adil daripada seleksi sebelumnya karena hanya ada satu variabel yang dipakai, yakni hasil ujian, berbeda dengan SNMPTN dan PPKB UI yang dipengaruhi oleh lebih banyak variabel. Setelah belajar secara intensif saya siap menghadapi ujian. UTBK merupakan saat saya pertama kali merasa tegang saat ujian karena pengawasan dan pengecekan yang sangat ketat dari awal hingga akhir ujian. Pada hari pengumuman saya mendapatkan hasil baik, saya diterima di jurusan ilmu komunikasi Universitas Brawijaya pilihan pertama saya. Setelah melihat skor UTBK, saya mulai kecewa karena kehilangan kepercayaan diri saat membuat pilihan.
Berlandaskan oleh kekecewaan dan kepercayaan diri saya yang telah kembali, saya mendaftarkan diri lewat jalur mandiri SIMAK UI dan UTUL UGM demi mendapatkan hasil yang terbaik dari semua usaha yang saya lakukan selama ini. Namun, ternyata soal yang diberikan oleh kedua tes mandiri tersebut jauh lebih sulit dari yang saya bayangkan. Meskipun begitu, dari kedua tes yang saya jalani, saya berhasil diterima di Universitas Indonesia melalui jalur SIMAK UI REGULER dan saya sangat berterima kasih kepada setiap penolakan yang saya dapatkan serta setiap usaha yang sangat melelahkan, karena mereka saya dapat duduk di bangku universitas terbaik untuk jurusan yang saya minati.