Langsung ke konten utama

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR ILMU POLITIK REVIEW ARTIKEL THE JAKARTA POST “USE ANTI-PARTY SENTIMENT TO REFORM POLITICAL PARTIES”

Sentimen anti partai dewasa ini kembali menjangkit generasi milenial dan generasi z, salah satu penyebabnya adalah kekecewaan terhadap kinerja pemerintahan yang mereka rasakan. Sebenarnya sentimen anti partai telah ada sejak masa kekuasaan Soekarno yang menganggap partai bukan merupakan budaya demokrasi Indonesia, terlebih lagi pada era Soeharto terjadi penyederhanaan partai dan melahirkan kelompok non-partai yang bernama Golongan Kekaryaan. Dalam pemikiran sempit penulis, sebagai salah satu generasi z yang mendukung sentimen anti partai, pemerintahan yang saat ini berjalan merupakan hasil kompromi yang tidak efektif dalam memajukan suatu bangsa. Budaya bagi-bagi jabatan setelah mendapatkan suatu jabatan eksekutif merupakan salah satu bentuk nyata dari tidak profesionalnya para pemimpin terpilih dalam menempatkan seseorang untuk suatu posisi yang krusial. Meskipun dapat dipahami salah satu alasan dari kegiatan “bagi-bagi jabatan” adalah untuk menstabilkan kondisi sosial politik, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa setiap posisi harus diisi oleh orang-orang yang mempunyai keahlian di bidang tersebut sehingga dapat terselenggara pemerintahan ideal yang dapat setidaknya mewujudkan ekspektasi masyarakat secara lebih baik.

            Menurut penulis butuh adanya sistem baru yang lebih adil bagi setiap anggota masyarakat untuk memiliki suatu jabatan politis tanpa adanya ikut campur yang kuat dari partai politik di dalamnya. Hal ini karena bentuk dari partai politik sendiri merupakan representasi dari suatu golongan yang pastinya pada akhirnya akan mementingkan golongan mereka sendiri terlebih dahulu dibanding kepentingan bersama. Dalam kondisi politik Indonesia sekarang ini, menurut pengamatan penulis, sangat sulit menjadi calon independen yang berhasil meraih jabatan politis. Kebanyakan dari pemegang jabatan politis berasal dari usungan oleh partai atau memang calon yang berasal dari anggota partai. Hal ini membuat penulis khawatir terlebih lagi pengalaman penulis melihat upaya oknum partai politik untuk meraih suara rakyat melalui cara-cara yang ilegal sehingga mengurangi kepercayaan penulis dalam memandang proses demokrasi yang tidak sepenuhnya berasal dari suara nurani rakyat yang menginginkan perubahan dalam struktur kehidupan mereka.

            Politik merupakan sektor yang penting dalam mengendalikan perubahan dalam tatanan bermasyarakat, hal ini karena para pembuat kebijakan berasal dari lingkup tersebut. Oleh karena itu, sistem yang bersih dan adil dalam upaya melahirkan pemimpin yang kompeten dan “yang tidak memiliki kepentingan selain mengabdikan dirinya bagi masyarakat” perlu diadakan. Sistem demokrasi perlu diubah dalam rangka melahirkan calon-calon bibit unggul pemimpin masa depan dengan cara proses kualifikasi kelayakan yang ketat dan transparan, lalu dilanjutkan dengan proses pengukuhan oleh masyarakat luas dengan diadakannya pemilu tanpa kampanye dan berbagai cara yang berisiko ke arah kecurangan atau menghambat jalannya pemilu yang bersih. Hal ini karena menurut pengamatan penulis salah satu variabel yang sangat penting adalah popularitas dan citra yang tentunya membunuh kesempatan bagi warga sipil biasa yang mungkin saja lebih memiliki kompetensi, tersingkir karena tidak memiliki massa yang kuat.

            Apabila tetap diinginkan sistem pemilu yang masih menggunakan sistem kepartaian perlu didukung dengan kondisi kedewasaan politik oleh masyarakat luas dan setiap elemen yang berkecimpung di dalamnya. Perlu adanya upaya rekonstruksi dan reformasi dalam sistem multipartai tersebut mulai dari penyederhanaan birokrasi partai melalui beberapa proses fundamental seperti proses rekrutmen yang jelas dan profesional, pengelolaan partai yang tidak memengaruhi kader yang memiliki jabatan politis, dan dukungan pada kader yang potensial tanpa pamrih sehingga partai dapat menjadi sarana mobilitas politik yang inklusif bagi semua elemen masyarakat yang memiliki kompetensi diikuti oleh pembatasan masa jabatan ketua umum partai untuk menghindari oligarki kekuasaan.

            Kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah reformasi dari sistem ini perlu dilaksanakan mengingat pada akhirnya bertujuan untuk kebaikan bersama. Beberapa bukti nyata seperti dinasti politik dan kekuasaan oligarki telah mencemari kualitas demokrasi di negeri ini. Oleh karena itu, upaya seperti penguatan ideologi masing-masing partai (yang saat ini kurang lebih seragam), adanya bentuk kartelisasi partai, dan beberapa masalah fundamental dalam internal partai perlu diatasi demi meningkatkan kualitas berdemokrasi di Indonesia.

 

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal Kegiatan Distribusi dan Konsumsi

Tentukan BENAR atau SALAH pernyataan di bawah ini dan berikan alasannya! Distribusi adalah kegiatan yang ditujukan untuk menyalurkan barang dan/ atau jasa tertentu dari produsen ke konsumen. Pak Sugiono memproduksi keripik pisang, keripik pisang yang dibuat Pak Sugiono langsung dijual di pasar. Pernyataan tersebut merupakan contoh distribusi langsung. Dalam mendistribusikan perlengkapan sekolah menggunakan mata rantai jenjang ketiga (3). Faktor pasar, barang, pedagang dan kebiasaan dalam pembelian merupakan factor-faktor yang memengaruhi distribusi. Dalam proses mendistribusikan distributor tidak memiliki fungsi sebagai penanggung resiko. T...

LATIHAN SOAL PENDALAMAN MATERI PPKN KELAS XII SMA

SOAL LATIHAN UAS Kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan pada keturunan orang yang bersangkutan merupakan asas kewarganegaraan berdasarkan …. Ius Soli Ius Sanguinis Ius apartide Ius bipartide Ius natural Yang dimaksud dengan Stelsel Aktif adalah…. Kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan tempat kelahirannya Adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus Seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan Seseorang dengan sendirinya dianggap menjad...

Dampak Penggunaan Media Sosial terhadap Kesejahteraan Mental

PENDAHULUAN Pemilihan topik dampak penggunaan media sosial terhadap kesejahteraan mental didorong oleh keinginan saya untuk mengetahui apakah benar-benar ada dampak yang signifikan dari penggunaan media sosial terhadap kesejahteraan mental seseorang. Fenomena di sekitar saya, terutama dalam lingkungan pertemanan, di mana semakin banyak orang yang memutuskan untuk menonaktifkan akun media sosial mereka demi kesehatan mental, hal ini sangat mengkhawatirkan dan memancing rasa keingintahuan saya. Dalam rangka mencari pemahaman yang lebih mendalam mengenai hubungan antara penggunaan media sosial dan kesejahteraan mental, saya memilih dua jurnal yang relevan, melalui penelusuran di website https://remote-lib.ui.ac.id/menu dengan kata kunci "The Impact of Social Media Use on Mental Well-being" saya akhirnya menemukan dua jurnal yang saya rasa cocok. Pertama, jurnal yang berjudul "Associ...