Sejak jatuhnya Daulah Abbasiyah ke tangan Hulagu Khan, dunia Islam mengalami desentralisasi dan disintegrasi. Disebut desentralisasi, karena tak ada lagi ibu kota daulah dan khalifah yang menjadi rujukan semua umat Islam. Minimnya persatuan umat Islam menyebabkan disintegrasi politik terjadi. Dinasti Abbadi, Dinasti Murabith, Dinasti Muwahhid, dan Dinasti Bani Nasr di Spanyol saling serang satu sama sama lain. Akibat dari tipisnya persatuan umat Islam, beberapa daerah yang menjadi wilayah kekuasaan dinasti-dinasti kecil Islam jatuh ke tangan raja-raja Kristen.
Lama berada dalam desentralisasi dan disintegrasi politik hingga kemudian umat Islam bangkit yang ditandai dengan adanya tiga kerajaan besar. Pertama, Kerajaan Usmani di Turki. Kedua, Kerajaan Syafawi di Persia dari 1501-1736 M. Didirikan oleh seorang sufi nan kaya bernama Syaikh Ishaq Safiuddin (1252-1335 M.). Ketiga, Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya. Nama “Utsmani” sendiri berasal dari nama Utsman putra Ertugrul. Ia pada mulanya sebuah emirat di daerah perbatasan hingga akhirnya tumbuh dan berkembang menjadi negara besar. Rajanya yang pertama adalah Utsman (1281 M.) dan hancur pada tahun 1924 dengan khalifah terakhir bernama Abdul Majid II.
Ketika pertama kali didirikan, ibu kota negara ini adalah Brusa (Bursa). Mendekati tahun 1366, ia sudah memasuki daratan Eropa dengan Adrianopel sebagai ibukotanya. Tahun 1453, ketika terjadi penaklukan Konstantinopel yang dipimpin oleh Sang Penakluk Muhammad II (1451-1481), negara ini berkembang menjadi sebuah kerajaan. Sejarah mencatat, kemajuan besar Kerajaan Utsmani salah satunya ditorehkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566). Di masa kekuasaannya, Kerajaan Utsmani mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Suria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Sulaiman dikenal sebagai sultan mulia. Ia digelari “al-Qanuni” sebagai penghormatan atas jasanya dalam menyusun Qanun Nameh. Bahkan, namanya dibadikan sebagai nama himpunan undangan-undang. Ia meminta Ibrahim al-Halabi (dari Aleppo, wafat 1549 M.) untuk membuat sebuah buku hukum berjudul Multaqa al-Abhur (titik pertemuan lautan). Banyak undang-undang yang berhasil dibuat dalam empaat puluh dua tahun pemerintahannya. Ia misalnya mengatur administrasi peradilan, promisi jabatan, sistem perpajakan, dan mengatur mengenai relasi adat dan qanun. Ia memperbaiki sistem keamanan negara. Puncak pebaharuan hukum pada zaman Kerajaan Utsmani bisa disaksikan melalui Majallah al-Ahkam al-‘Adliyyah (Himpunan Undang-Undang Hukum Perdata) yang dikeluarkan antara tahun 1869 dan 1876.
Tak hanya melakukan pembaharuan di bidang hukum, Sulaiman al-Qanuni juga membangun madrasah dan perguruan tinggi. Madrasah-madrasah itu dibeda-bedakan berdasarkan fungsi pendidikan siswa. Tak ketinggalan, Sulaiman al-Qanuni juga banyak membangun fasilitas publik seperti jalur kereta, sekolah, rumah sakit, jembatan, terowongan, dan lain-lain. Pembangunan infrastruktur itu sebagian merupakan karya seorang arsitek kepercayaannya beragama Kristen, Sinan.Tak kurang dari dua ratus tiga puluh lima bangunan dirancang oleh Hoja Sinan (1490-1578 M.).
Pada awal abad ke-20, Turki Usmani sudah sulit dipertahankan. Mustafa Kemal Ataturk berhasil menumbangkan pasukan Turki Utsmani dalam perang kemerdekaan. Tak pelak lagi, Kemal Attaturk membubarkan kesultanan Turki Utsmani pada tanggal 1 November 1922 dan membubarkan kekhalifahan Turki Utsmani pada tanggal 3 Maret 1924. Sejak pembubaran itu khilafah islamiyah hingga sekarang tak bisa tumbuh lagi. Berbagai upaya untuk menghidupkan khilafah islamiyah terus gagal karena tak mendapatkan sambutan luas dari dunia Islam. Bahkan, berbagai kelompok yang hendak membangun khilafah islamiyah mendapat penentangan keras dari sejumlah negara dan tokoh-tokoh Islam dunia. Walau begitu, umat Islam tetap bisa mengekspresikan keislamannya di berbagai negara bangsa.
Di saat Daulah Abbasiyah jatuh dan dinasti-dinasti kecil Islam berantakan akibat invasi beruntun bangsa Mongol yang dipimpin Jengis Khan, maka terjadilah perpindahan besar-besaran umat Islam ke India dan Asia Tenggara. Perpindahan massal umat Islam itu terjadi bahkan hingga abad ke 14 seiring ramainya arus pelayaran dan kegiatan perdagangan. Kehadiran Islam di abad ke 13 ini misalnya dibuktikan dengan fakta arkeologis berupa batu nisan Sultan Malik al-Shalih yang meninggal pada tahun 696 H./1297 M di Gampong Samudera, Lhokseumawe. Berdasarkan data ini, Moquette menyimpulkan kedatangan Islam pertama di Samudera adalah pada tahun 1270-1275 M. Dan abad ke 14, Walisongo sudah masuk ke tanah Jawa.
Abad ke 17 hingga abad ke 19 adalah fase pengembangan ilmu-ilmu keislaman di Nusantara. Sejumlah ulama setelah studi lama di Timur Tengah terus memproduksi karya-karya akademik terutama di rumpun ilmu-ilmu tradisional Islam. Ada yang karya utuh dan ada yang merupakan terjemahan. Ada yang berbahasa Arab dan ada yang berbahasa lokal seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Melayu. Bukan hanya itu, pesantren-pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman terus tumbuh di berbagai daerah di Nusantara. Misalnya, Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon berdiri tahun 1705 M, Pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur tahun 1745 M, Pesantren Tegalsari Ponorogo yang didirikan Kyai Ageng Hasan Besari tahun 1742 M, Pesantren Buntet Cirebon berdiri tahun 1785 M, Pesantren Genggong Probolinggo tahun 1839 M, Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur tahun 1852 M, Pesantren Syaikhona Cholil Bangkalan tahun 1861 M., Pesantren Guluk-Guluk Sumenep Madura tahun 1887 M, Pesantren Tebu ireng Jombang tahun 1899 M, dan lain-lain.
Gerak penyebaran Islam sejak abad 7 hingga abad ke 20 yang membentang di berbagai benua itu menyebabkan perwajahan Islam kian kaya dan variatif. Ilmu keislaman juga makin dinamis karena ditantang kenyataan-kenyataan sosial-kemasyarakatan. Ini karena hampir bisa dipastikan bahwa tidak ada wilayah yang kosong budaya. Semua masyarakat yang dijumpai Islam adalah masyarakat berbudaya. Kemampuan Islam berdialektika dengan kebudayaan lokal Nusantara menyebabkan terjadinya penerimaan Islam yang luas di kalangan masyarakat Nusantara. Dan pada akhirnya Islam tampil menjadi agama mayoritas di Nusantara yang meliputi Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam. Tampilan Islam di wilayah ini agak distingtif dengan tampilan Islam di Timur Tengah. Islam Nusantara menjadi Islam yang khas, unik, dan menarik.
DAFTAR PUSTAKA
El-Zastrouw, Ngatawi dkk. (2020). Materi Pembelajaran Mata Kuliah Agama Islam. Jakarta: Universitas Indonesia.