Secara bahasa kata Islam berasal dari kata kerja aslama yang berarti tunduk. Secara istilah, kata Islam mengacu kepada sikap pasrah, tunduk, dan menyerahkan diri pada Allah. Sikap pasrah hanya pada Allah ini terhubung langsung dengan konsep Tauhid, yakni meyakini Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan. Karena itu, keislaman seseorang diawali dengan Syahadat yang berisi kesaksian tidak ada Tuhan selain Allah. Kepasrahan hanya pada Allah ditandai dengan pemberian ketaatan mutlak hanya kepada Allah. Seseorang yang menempuh cara-cara yang dilarang oleh Allah demi meraih dan mempertahankan kekuasaan selama mungkin, menambah harta sebanyak mungkin, memenuhi hasrat seksual tanpa batas, atau apapun dengan cara-cara yang dilarang oleh Allah, maka ia telah menodai keislaman atau kepasrahannya hanya kepada Allah.
Manfaat sikap Islam atau kepasrahan hanya pada Allah dengan tunduk pada nilai kebaikan bersama tentu akan diterima oleh manusia sendiri, baik sebagai individu maupun secara kolektif. Bahkan juga bisa memberikan dampak kebaikan pula pada makhluk lainnya seperti hewan, tumbuhan, dan makhluk Allah lainnya. Hal ini ditegaskan pula dalam surat Al-Anbiya/21:107: “Tidaklah Aku utus kamu kecuali untuk menjadi anugerah bagi semesta alam”. Ayat ini mendapatkan penjelasan lebih kongkret dalam hadis beliau yang menandaskan misi kerasulan: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia”. (HR. Ahmad). Jadi Islam hanya akan menjadi rahmat bagi semesta jika manusia mempunyai akhlak mulia yang menjiwai Islam sebagai sistem ajaran agama. Kesempurnaan akhlak mulia ditunjukkan dengan sikap yang mendatangkan kebaikan bersama, yakni diri sendiri sekaligus pihak lain seluas-luasnya.
Sikap kepasrahan hanya kepada Allah sesungguhnya tidak hanya dilakukan oleh manusia, melainkan juga oleh seluruh benda di alam semesta raya sebagaimana diisyaratkan dalam Qs. Fusshshilat/41:11 sebagai berikut: “Kemudian Dia menuju penciptaan langit yang masih merupakan asap. Lalu Dia berkata kepada langit dan bumi: "Kalian datang menuruti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa?". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati". Kepasrahan alam semesta raya pada Allah tentu berbeda dengan kepasrahan manusia kepada-Nya karena manusia mempunyai jati diri dan mandat hidup tertentu yang tidak dimiliki oleh makhluk lain di muka bumi, sehingga ia diberi daya untuk melakukan kepasrahan ataukah sebaliknya pembangkangan. Manusia diciptakan untuk berbuat kebaikan di bumi, tidak memandang dirinya sebagai tuhan, dan tidak merasa ia dapat menciptakan dan meniadakan hukum moral sekehendak hati untuk tujuan-tujuan dangkal dan egois.
Jati diri manusia sebagai hanya hamba Allah di satu sisi, dan sebagai Khalifah fil Ardl di muka bumi dengan tugas mewujudkan kemaslahatan seluas-luasnya menunjukkan hubungan yang otomatis antara kualitas tauhid seseorang dengan dampak perilakunya di muka bumi kepada sesama makhluk Allah. Semakin benar sikap tauhid atau konsisten hanya menghamba kepada Allah sebagai Khaliq (Pencipta), maka semakin baik sikapnya kepada sesama makhluk (ciptaan)-Nya sebagai sesama hanya hamba-Nya. Salah satu ciri orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa atau yang keberadaanya paling memberi manfaat pada sesama manusia sesuai dengan kapasitas masing-masing. Kerahmatan bagi semesta yang menjadi misi Islam sebagai agama (Qs. Al-Anbiya/21:107) adalah sekaligus menjadi kompas hidup seorang muslim dan muslimah sebagai penganutnya, yaitu menciptakan sistem kehidupan yang bisa menjadi anugerah tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi pihak lain seluas-luasnya.
Dengan mandat kemaslahatan seperti di atas, maka seorang Muslim dan Muslimah tidak cukup memroses diri untuk menjadi orang yang saleh atau salehah (orang baik secara pasif), melainkan juga menjadi muslih atau muslihah (orang baik yang juga secara aktif mewujudkan kebaikan pada lingkungannya). Demikian pula keislaman sebuah keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga islami (Keluarga Sakinah, Keluarga Maslahah, atau apapun istilahnya) adalah keluarga yang memberikan kepasrahan hanya pada Allah dengan tunduk pada kebaikan bersama sehingga terus menerus berusaha mewujudkan kemaslahatan pada seluruh anggota keluarga tanpa kecuali dan pada keluarga lain seluas-luasnya sebagai sesama hanya hamba Allah. Masyarakat islami (Khaira Ummah, baik berupa lembaga, organisasi, partai atau apapun) adalah masyarakat yang memberikan kepasrahan hanya pada Allah dengan tunduk pada kebaikan bersama sehingga terus-menerus berusaha memberikan kemaslahatan pada seluruh warganya tanpa kecuali, dan masyarakat tersebut sekaligus memberikan kemaslahatan pada masyarakat lain seluas-luasnya sebagai sesama hanya hamba Allah. Begitu pun Negara Islami (Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur apapun sistem negara dan nama pemimpin tertingginya) adalah Negara yang memberikan kepasrahan hanya pada Allah dengan tunduk pada kebaikan bersama sehingga terus menerus berikhtiyar mewujudkan kemaslahatan pada seluruh warga negara tanpa kecuali dan negara-negara lain seluasnya sebagai sesama hanya hamba Allah.
Manusia dinilai oleh tuhan itu sejauh mana dia mendayagunakan akal dan nuraninya untuk mewujudkan kemaslahatan seluas-luasnya. Islam rahmatan lil alamin bukanlah seluruh penduduk bumi harus masuk islam, melainkan apapun dan siapapun yang menggunakan atribut islam wajib menjaga marwah agamanya sebagai tuntunan bagi seluruh alam semesta serta menciptakan kehidupan yang seimbang dan ideal. Islam telah menyediakan mekanisme bagi seorang Muslim untuk berpegang teguh pada jati dirinya yang hakiki sebagai makhluk spiritual yang diasah dan dijaga melalui rangkaian lima rukun Islam. Di dalam islam terdapat rukun islam yang berfungsi sebagai sistem untuk mengingatkan seorang muslim agar bisa teguh menjaga tauhid.
Pertama, Syahadat. kalimat pertama dalam Syahadat ini secara sosial berarti kesetaraan manusia sebagai sesama hanya hamba Allah. Bagian kedua Syahadat menegaskan bahwa Muhammad SAW hanyalah utusan Allah. Secara sosial bermakna keharusan mengikuti petunjuk Muhammad SAW dalam melakukan penyerahan diri hanya pada Allah (Islam), sekaligus juga larangan keras untuk menuhankan beliau karena hanya menjadi utusan Allah, bukan Allah itu sendiri. Kedua, Salat. Salat adalah momen spiritual yang paling intim antara seorang hamba dengan Tuhannya. Seluruh ucapan dan gerakan dalam shalat bermakna pembaharuan komitmen spiritual seorang muslim dan muslimah untuk hanya menghamba pada Allah. Ketiga, Zakat. Pemberian sebagian harta dalam beragam jenisnya adalah sebuah mekanisme di dalam Islam agar seorang Muslim menghayati harta yang diperolehnya sebagai titipan Allah yang mesti digunakan untuk kemaslahatan. Keempat, Puasa. Setahun sekali selama bulan Ramadhan, seorang Muslim dilatih untuk menjaga dirinya dari nafsu duniawi. Kelima, Haji bagi yang mampu. Ibadah ini bermakna mengingatkan umat manusia untuk tunduk kepada Allah SWT semata karena tuhan adalah pusat dari segalanya.
Takwa adalah adalah satu-satunya ukuran nilai seorang manusia di hadapan Allah, yakni sejauhmana Tauhid atau iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan mampu melahirkan kemaslahatan atau perilaku baik (amal saleh) pada sesama makhluk Allah. “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Maidah/5:8). Menjadi seorang muslim atau muslimah adalah sebuah pilihan hidup untuk hanya melakukan penyerahan kepada Allah. Tunduk pada Allah berarti tunduk untuk melakukan tindakan yang melahirkan kebaikan bersama. Manusia dibekali akal untuk memilah yang baik dari yang buruk, dan hati nurani untuk memilih sesuatu yang memberikan kebaikan bersama, tidak hanya pada sesama manusia bahkan sesama ciptaan Allah. Keislaman mesti sejalan dengan kerahmatan semesta sebab nilai keislaman manusia hanya ditentukan oleh sejauhmana manusia mampu membuktikan keberadaannya di dunia, sebagai apapun, bisa memberi anugerah bagi diri sendiri dan pihak lain seluas-luasnya atas dasar iman kepada Allah SWT.