ABSTRAK
PENGARUH PANDEMI COVID-19 TERHADAP
KEKERASAN PADA ANAK
Abstrak. Tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia selalu meningkat setiap tahun. Kendala dalam pengumpulan data kekerasan pada anak antara lain adalah jumlah peristiwa kekerasan yang belum dilaporkan, terutama bila kekerasan tersebut terjadi di rumah tangga. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga adalah masalah internal keluarga yang tidak bisa dimasuki oleh pihak luar seperti lembaga penegak hukum dalam memecahkan berbagai permasalahan kekerasan pada anak. Selama pandemic Covid-19, saat anak melaksanakan pembelajaran dirumah, justru banyak terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak. Tulisan ini akan mengurai berbagai masalah keekrasan terhadap anak dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan perlindungan anak di Indonesia.
Abstract. The rate of violence against children in Indonesia always inarases from year ro year. Constraints in the collection of cases of violence against children are the number of cases of violence that are not reported, especially if the violence occurred in the household. Many people consider that domestic violence is a domestic matter, so it is not like outsiders, even law enforcement agencia intervene in solving various problems of violence that occur against children.During the Covid-19 pandemic, there was . increase in cases of violence against children when children should receive assistance and guidance from hmilies in carrying out learning from home. This artide will elaborate on various problems of violence against children and find solutions ro overcome problems related to child protection in Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas menyusun Karya Tulis ini. Karya tulis ini disusun untuk melengkapi tugas akhir mata pelajaran Bahasa Indonesia. Karya tulis ini berjudul PENGARUH PANDEMI COVID-19 TERHADAP KEKERASAN PADA ANAK.
Karya tulis sederhana ini berisi tentang bagaimana pengaruh pandemic covid-19 terhadap kekerasan terhadap anak terutama di Indonesia. Selain itu, karya tulis ini akan menerangkan definisi dan macam-macam kekerasan pada anak di Indonesia. Didalamnya pula akan diterangkan bagaimana menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan perlindungan anak di Indonesia.
Izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya karya tulis ini, khususnya kepada :
-
Bapak Drs. H. Yumari, M.SI selaku kepala sekolah SMAN 44 Jakarta
-
Ibu Mukti Nuryani, M. Pd. sebagai guru Bahasa Indonesia kelas XI IPS 3 atas motivasi dan bimbingannya dalam memilih karya tulis ini
-
Bapak Sutardi M.Pd sebagai wali kelas XI IPS 3
-
Para orang tua
-
Sahabat dan teman di kelas XI IPS 3 atas solidaritas dan kerja sama yang saling membantu
Kami menyadari karya tulis ini jauh dari kata sempurna kami berharap kritikan dan masukan dari para pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini.
Jakarta, 24 Maret 2021
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................................ ii
ABSTRAK.................................................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL....................................................................................................................... viii
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................................6
1.2 Identifikasi Masalah.................................................................................................................. 7
1.3 Perumusan Masalah...................................................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................................................7
Bab II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kekerasan................................................................................................................ 9
2.2 Pengertian Kekerasan Pada Anak ............................................................................................ 9
2.3 Hukum Kekerasan Pada Anak................................................................................................ 10
2.4 Kekerasan Pada Anak dimasa Pandemi.................................................................................. 12
2.5 Dampak Kekerasan Pada Anak.............................................................................................. 13
2.6 Faktor Kekerasan Pada Anak.................................................................................................. 15
2.7 Upaya Menangani Kekerasan Pada Anak………………………............................................15
2.8 Yang Bertanggung Jawab………………………………….………………...........................16
Bab III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian.................................................................................................................... 18
3.2 Setting Penelitian.................................................................................................................... 18
3.3 Prosedur Penelitian................................................................................................................. 19
3.4 Pengumpulan data................................................................................................................... 19
Bab IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Data......................................................................................................................... 20
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian.................................................................................................. 23
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan............................................................................................................................. 24
5.2 Saran....................................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 26
PENGARUH PANDEMI COVID-19 TERHADAP KEKERASAN PADA ANAK
BAB I
PENDAHULUAN
-
Latar Belakang Masalah
Kekerasan pada anak di Indonesia setiap tahunnya selalu bertambah. Jumlah peristiwa kekerasan yang dilaporkan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada tahun 2015 hingga tahun 2016 mengalami kenaikan kasus yang cukup signifikan. Peristiwa kekerasan pada anak yang telah dilaporkan pada tahun 2015 yaitu sebanyak 1.975 peristiwa, dan bertambah menjadi 6.820 peristiwa pada tahun 2016, atau bertambah sebanyak tiga kali lipat dari peristiwa kekerasan pada tahun sebelumnya. Meningkatnya jumlah peristiwa kekerasan pada anak yang dilaporkan kepada KPPPA serupa dengan jumlah penerimaan pengaduan kekerasan anak yang diterima oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di periode yang sama. KPAI mencatat selama periode tahun 2015 hingga tahun 2016 jumlah kasus pengaduan anak meningkat dari angka 4.309 kasus menjadi sebanyak 4.620 kasus (KPPPA dan BPS, 2017). Selanjutnya pada tahun 2019 KPAI telah mengumumkan data tingkat kekerasan seksual pada anak terjadi di institusi etikan sebanyak 21 peristiwa, dengan jumlah korban sebanyak 123 orang anak (KPAI, 2019).
Ironisnya kekerasan pada anak dimasa etika Covid 19 meningkat secara etika sebagaimana yang disampaikan oleh KPPPA yang mendata terjadinya peningkatan jumlah peristiwa kekerasan pada anak dan perempuan pada masa etika Covid 19. Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan bahwa sebanyak 643 peristiwa kekerasan pada anak dan perempuan dan telah dilaporkan via Sistem Informasi Online (Simfoni PPA) per tanggal 2 Maret 2020 sampai 25 April 2020 yaitu sebanyak 275 peristiwa kekerasan telah dialami oleh perempuan sebanyak 277 korban. Adapun kekerasan terhadap anak dilaporkan sebanyak 368 kasus kekerasan dan jumlah korban sebanyak 407 anak. Peningkatan jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan dimasa etika Covid 19 ini menyadarkan kita bahwa masalah kondisi psikologis ditengah masyarakat sangat perlu diperhatikan. Bila hal tersebut diabaikan maka masyarakat akan semakin rentan dalam menghadapi dampak dari virus Covid 19. Hal tersebut dapat terjadi karena imunitas tubuh yang menurun karena kondisi psikologis masyarakat yang tertekan (Katadata.co.id, 2020).
-
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah kami paparkan diatas, melalui literatur yang kami diskusikan dan analisis dapat diidentifikasikan bahwa permasalahan yang terjadi selama Pandemi COVID-19 adalah sebagai berikut, yaitu
-
Kekerasan pada anak di Indonesia senantiasa bertambah setiap tahunnya.
-
Pada masa Pandemi COVID-19 kekerasan terhadap anak naik etika hingga mencapai angka puncak kekerasan pada anak di Indonesia.
-
Kekerasan pada anak di masa Pandemi COVID-19 disebabkan oleh kondisi psikologis ditengah masyarakat yang semakin turun.
-
Kondisi psikologis dampaknya sangat besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak dan rusaknya mental anak.
-
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut
-
Etika kekerasan pada anak?
-
Apakah kekerasan pada anak diatur oleh UU dan etika apa yang menanganinya?
-
Bagaimana mekanisme peningkatan kekerasan pada anak di masa Pandemi COVID-19?
-
Apakah dampak dari kekerasan pada anak?
-
Apa saja faktor penyebab kekerasan terhadap anak?
-
Apakah upaya yang harus dilakukan untuk memberi perlindungan pada anak di masa Pandemi COVID-19?
-
Siapa yang harus bertanggung jawab atas perlindungan anak?
-
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan manfaat, yaitu
-
Pembaca dapat mengetahui definisi kekerasan pada anak
-
Pembaca dapat mengetahui penyebab, dampak serta upaya untuk meminimalisir kekerasan pada anak
-
Pembaca dapat mengidentifikasi peningkatan kekerasan pada anak di masa Pandemi COVID-19
-
Pembaca dapat mengetahui pentingnya memperhatikan kondisi psikologis diri sendiri.
-
Pembaca dapat mengetahui apa yang harus dilakukan etika melihat kekerasan pada anak
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kekerasan
Kekerasan dalam arti sempit merujuk pada tindakan berupa serangan, perusakan, penghacuran terhadap diri (fisik) seseorang maupun milik atau sesuatu yang secara potensial menjadi milik orang lain. Berarti, dalam pengertian ini kekerasan merujuk pada tindakan fisik yang bersifat personal, yaitu mengarah pada orang atau kelompok tertentu yang dilakukan secara sengaja, langsung, dan aktual. Kekerasan dalam arti luas Kekerasan dalam arti luas merujuk pada tindakan fisik maupun tindakan psikologik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang, baik yang dilakukan secara sengaja maupun secara tidak sengaja, langsung atau tidak langsung, personal atau struktural.
Menurut (Reza 2012), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugianpsikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Secara bahasa, kekerasan (violence) dimaknai Mansour sebagai serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Sementara menurut Galtung, terminology kekerasan atauviolence berasal dari bahasa latin vis vis yang berarti dayatahan atau kekuatan atau latus yang berarti membawa sehingga dapatdiartikan secara harfiah sebagai daya atau kekuatan untuk membawa(Reza. 2012).
2.2 Pengertian Kekerasan Pada Anak
Kekerasan sebagai salah satu bentuk agresi, memiliki definisi yang beragam.Istilah kekerasan secara umum digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (defensive), yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Adapun beberapa definisi kekerasan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : Soerdjono Soekanto mendefinisikan kekerasan sebagai istilah yang dipergunakan bagi terjadinya cidera mental atau fisik. Kekerasan diartikan sebagai sebuah ancaman, usaha atau penggunaanfisik yang dilakukan oleh seseorang yang dapat menimbulkan luka baik secara fisik maupun non fisik terhadap orang lain.6Selanjutnya kekerasan yang khusus dilakukan terhadap anak, didefinisikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika, adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dapat membahayakan , atau berpotensi bahaya atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak.3Menurut WHO kekerasan pada anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau
Perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut. Sedangkan yang dimaksud anak disini menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menurut Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa anak adalah “seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 5 menyebutkan pengertian anak adalah “manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang di dalam kandungan demi kepentingannya”. Dalam hal ini anak juga mempunyai hak asasi yang melekat pada dirinya yang harus dilindungi dan juga dihormati.
2.3 Hukum kekerasan pada anak
-
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 tentang Hak Anak.
-
Pasal 28B ayat (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
-
Pasal 28H ayat (1)Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan
-
Undang -Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
-
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
-
Pasal 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
-
Pasal 9
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
-
Pasal 17 ayat (1)
Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
-
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
-
Pasal 62
Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.
-
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
-
Pasal 44 ayat (1)
Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan
-
Pasal 44 ayat (2)
Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat.
-
Pasal 44 ayat (3)
Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan
Adapun menurut Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak pada pasal 1 ayat 2, yang dimaksud anak berhadapan dengan hukum yaitu anak-anak yang mengalami konflik hukum ; anak-anak yang menjadi korban tindak pidana ; maupun anak yang menyaksikan suatu tindak pidana. Merujuk pada definisi ini anak berhadapan dengan hukum dibagi menjadi 3 yaitu :
-
Anak yang mengalami konflik dengan hukum,yaitu anak dianggap sebagai pelaku tindak pidana,
-
Anak sebagai korban tindak pidana,yaitu anak dianggap sebagai korban dari tindak pidana,
-
Anak sebagai saksi pada suatu tindak pidana,yaitu anak dianggap sebagai pemberi informasi untuk penyelidikan.
Dalam ranah hukum, anak karena kondisi kejiwaannya yang belum matang dapat berada di posisi yang rentan, baik dalam kedudukannya sebagai korban maupun pelaku. Untuk itu kedua belah pihak perlu mendapat perhatian dan perlindungan yang seimbang. Menurut Penulis, anak dalam kedua status tersebut perlu dilindungi di muka hukum dan demi penegakan hukum.
Untuk itu penting bagi semua pihak terkait untuk tetap merahasiakan identitas anak, memastikan proses yang ada berjalan sesuai koridor hukum dengan mengingat pemeriksaan harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari publikasi yang berlebihan dan akan membawa pengaruh yang tidak kondusif terhadap penyelesaian kasus ini, mengingat munculnya beragam komentar keras dan stigma yang diberikan oleh masyarakat terhadap pihak yang berurusan dengan perkara ini. Akhirnya, semuanya berujung pada asa agar tercapai solusi untuk perbaikan dan pemulihan bagi anak yang tidak berdasarkan pada pembalasan.
2.4 Kekerasan Terhadap Anak dimasa Pandemi Covid-19
Kekerasan terhadap anak diamasa Pandemi terjadi saat pemerintah mulai melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan menganjurkan warga untuk tetap berada di dalam rumah serta melakukan protokol kesehatan agar memutus mata rantai Covid 19. Data dari LBH APIK menunjukkan bahwa pada rentang waktu tanggal 16 Maret hingga 19 April 2020 terdapat peningkatan jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Dalam rentang waktu sebulan, LBH APIK telah mendapatkan 97 kasus. Padahal biasanya setiap sebulan hanya ada 60 kasus. Selama Pandemi Covid-19 kekerasan pada anak dan perempuan sebanyak 50%. Dari 97 kasus tersebut terdapat banyak Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Adalah sebanyak 33 kasus diikuti dengan Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) sebanyak 30 kasus, Pelecehan seksual sebanyak 8 kasus, dan Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) sebanyak 7 kasus.
Sejak wabah Pandemi Covid-19 pemerintah telah menghimbau agar masyarakat dapat belajar, bekerja, serta melaksanakan ibadahnya dari rumah sejak pertengahan Maret 2020. Pada bulan April 2020 pemerintah RI mengeluarkan kebijak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga semua aktivitas warga harus dilakukan dirumah saja. Terkait kekerasan pada anak dimasa Pandemi Covid-19. Ketua KPAI, Susanto menyatakan faktor penyebab kekerasan pada anak ada 2 yaitu, 1). Karena konflik kedua orang tua, 2). Karena konflik ekonomi dan retaknya keluarga harmonis. Rendahnya pengetahuan akan strategi pengasuhan tanpa kekerasan fisik dan kebiasaan memberlakukan hukuman fisik dalam interaksi sosial sehari-hari antara anak dengan orangtua juga dinilai sebagai faktor eksternal yang bertanggungjawab atas munculnya tindak kekerasan lebih serius terhadap anak.Sebagai contoh, kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Ibu (LH) terhadap anak perempuan kandungnya yang masih duduk di bangku kelas 1 SD di Tangerang (26/08/2020). LH tega menganiaya anak kandungnya sendiri yang masih berusia enam tahun akibat perasaan jengkel karena sang anak tidak mampu menguasai pembelajaran online. Putri LH tentunya tidak sendiri, kasus yang dialaminya diyakini sebagai fenomena gunung es yaitu kasus yang terungkap berjumlah lebih sedikit dari yang terjadi sebenarnya di masyarakat.
2.5 Dampak Kekerasan pada anak
Menurut Violence Prevention Iniative (2009), tindak kekerasan pada anak dalam berbagai jenisnya dapat mempengaruhi kondisi perkembangan kognitif, sosial, dan emosional, serta kondisi fisik anak. Kekerasan yang dilakukan terhadap anak dapat mengakibatkan dampak-dampak sebagai berikut:
a). Anak yang mengalami kekerasan fisik: dapat ditandai dengan adanya luka lebam, terdapat bekas gigitan atau mengalami patah tulang yang tidak bisa dijelaskan, anak sering bolos atau tidak masuk sekolah, anak mengalami cedera namun sering ditutup-tutupi, terlihat ketakutan ketika melihat kehadiran orang tertentu,dan sering lari dari rumah,
b). Anak yang mengalami kekerasan seksual: dapat mengalami mimpi buruk, anak menjadi malas makan, anak terkadang menunjukkan suatu tindakan yang tidak pantas, anak memperlihatkan rasa kurang percaya kepada orang lain, terjadi perubahan perilaku yang tiba-tiba,
c). Anak yang mengalami kekerasan emosional: dapat terlihat dari sikap anak yang menunjukkan perilaku yang ekstrim, pertumbuhan emosional dan perkembangan anak menjadi lambat, anak sering mengalami sering sakit kepala atau merasa sakit perut, dan anak sering berpikir untuk bunuh diri,
d). Anak yang mengalami penelantaran akan menunjukkan sikap: tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang jelas, anak terlibat dengan aktivitas ilegal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, nampak kotor dan dekil, menggunakan pakaian yang tidak layak dipakai,
e). Anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga: Walaupun anak tidak mengalami kekerasan secara langsung namun anak sering melihat tindak kekerasan. Ini akan membuat anak jadi mudah marah, agresif, Depresi dan sering merasakan ketakutan.
Tumbuh kembangnya terganggu,Perkembangan otak yang optimal terjadi pada masa kanak-kanak. Di masa ini, otak berkembang dengan sangat cepat. Kekerasan berulang dan tekanan mental yang berat dapat memengaruhi respons stres otak menjadi lebih reaktif dan kurang adaptif. Efek negatif dari kekerasan pada anak juga dapat berupa terganggunya perkembangan otak serta strukturnya. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi otak di bagian tertentu, yang bisa berujung pada penurunan prestasi akademik dan gangguan kesehatan mental pada saat dewasa. Risiko depresi dan masalah kesehatan mental lainnya meningkat
Anak-anak yang dianiaya cenderung kurang PD dan kesulitan memercayai orang lain ketika beranjak dewasa. Mereka juga mungkin tidak bisa mengungkapkan perasaannya, sehingga mengalami gangguan dalam mengendalikan emosi. Trauma psikis terhadap kekerasan merupakan salah satu faktor risiko dari gangguan kecemasan dan depresi kronis. Tubuhnya mengalami luka-luka.Luka fisik mungkin merupakan dampak kekerasan pada anak yang lebih mudah terlihat dan dikenali. Meski tanda kekerasan fisik yang terlihat tidak selalu berarti seorang anak menderita penganiayaan, mengidentifikasinya jadi penting untuk menentukan langkah selanjutnya.
2.6 Faktor Kekerasan terhadap Anak
-
Faktor Internal
-
Faktor Anak
Anak dengan gangguan tumbuh kembang akan rentan terhadap risiko kekerasan, antara lain bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan gangguan perkembangan, penyakit kronis, cacat fisik, gangguan perilaku atau gangguan mental emosional akan lebih rentan mengalami kekerasan.
-
Faktor Orang Tua/ Situasi Keluarga
Dalam hal ini yang sering terjadi akibat kurangnya pemahaman tentang agama, riwayat orang tua dengan kekerasan fisik atau seksual pada masa kecil adanya riwayat stress berkepanjangan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya (ansietas,schizophrenia, dll), penggunaan NAPZA, berperan sebagai orang tua tunggal, orang tua dengan usia masih remaja, pendidikan orang tua yang rendah, sosial ekonomi yang rendah, dan juga dapat dikarenakan kehamilan yang tidak diinginkan.
-
Faktor Eksternal
Problema yang ada di masyarakat yang sering menjadi faktor penyebab terhadap tindak kekerasan pada anak antara lain : lingkungan sosial dengan tingkat kriminalitas yang tinggi, kemiskinan, kebiasaan atau budaya yang salah di masyarakat dalam pengasuhan anak salah satunya dengan melakukan penghukuman fisik pada anak, serta pengaruh negatif media massa.
2.7 Upaya Menangani Kekerasan Pada Anak
Diseminasi kekerasan sebagai upaya pencegahan/prevensi. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak harus diusahakan dalam lingkungan bermasyarakat melalui berbagai upaya prevensi atau pencegahan. Pencegahan adalah suatu tindakan untuk menghalangi, merintangi atau menahan terjadinya sesuatu. Pencegahan diartikan sebagai upaya untuk menghalangi, merintangi atau menahan terjadinya dan berkembangnya atau timbulnya kembali masalah sosial. Berangkat dari defenisi tersebut, maka fungsi pencegahan kekerasan terhadap anak, antara lain: Pertama, mencegah timbulnya masalah-masalah kekerasan pada anak. Pencegahan ini dapat dilakukan melalui kegiatan diseminasi undang-undang perlindungan anak dan hak-hak anak, juga diseminasi tentang dampak kekerasan yang dialami anak-anak terhadap kesehatan dan pembentukan kepribadiannya. Kedua, mencegah berkembang atau meluasnya permasalahan kekerasan terhadap anak dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan hendaknya mengarah pada permasalahan kesejahteraan sosial yang telah ada agar tidak meluas. Contoh kegiatan ini antara lain; larangan tentang melakukan tindak kekerasan terhadap anak melalui peraturan-peraturan/undang-undang seperti UUPA, diseminasi UUPA melalui media elektronik, media cetak, dan bimbingan serta penyuluhan. Ketiga, mencegah timbulnya atau kambuhnya kembali permasalahan kekerasan terhadap anak. Oleh karena itu perlu ada pembinaan lanjut dan pemantauan yang berkesinambungan, misalnya: home visit, pembinaan, dan bimbingan penyuluhan yang rutin
Tolak ukur penting dalam prevensi tertier adalah bahwa pola pembinaan harus ditujukan kepada upaya memutuskan mata rantai terjadinya alih generasi sifat-sifat perlakuan salah dan pengabaian anak yang berkelanjutan. Program pembinaan pada tingkat ini dapat dilakukan melalui: psikoterapi individu, terapi kelompok untuk para orang tua, terapi pola bermain bagi anak-anak, kunjungan kesehatan, pendidikan bagi ibu rumah tangga, bantuan kepada anak-anak yang mengalami kritis fasilitas hunian, dan sebagainya
2.8 Yang Bertanggung Jawab Atas Kekerasan Terhadap Anak?
Menurut Undang-undang No. 35 tahun 2014 pada pasal 20 disebutkan bahwa “ Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak.Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi penyelenggaraan Perlindungan Anak.” Jadi apabila merujuk pada pasal 20 tersebut maka semua pihak mulai dari pemerintah hingga orang tua bertanggung jawab penuh.
Berbagai program anak terdapat pada berbagai pada beberapa Kementerian dan Lembaga, seperti ; program-program anak pada Kementerian Negara pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; program anak berupa pendidikan pada kementerian pendidikan dan kebudayaan;dan beberapa program perlindungan anak pada komisi Perlindungan Anak Indonesia. Adapun mengenai kewajiban dan tanggung jawab negara menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2014 telah termaktub pada pasal 21, disebutkan bahwa: “Negara, Pemerintah,dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran,dan kondisi fisik dan/atau mental
Anggapan bahwa anak adalah milik orang tua sehingga orang tua berhak melakukan apa pun terhadap anak jelas tidak bisa dibenarkan sepenuhnya. Sebab pada prinsipnya, anak adalah titipan Tuhan kepada para orang tua untuk dicintai, dijaga, dan dibesarkan.Dengan paradigma bahwa anak adalah milik orang tua, ketika orang tua depresi atau stres karena menghadapi persoalan hidup, anak pun menjadi pelampiasan kekecewaan.Selain itu, kecekatan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi diharapkan dapat membantu menekan angka kekerasan anak. Karena itu, pemerintah harus menjadikan masalah kemiskinan dan penyediaan lapangan pekerjaan sebagai prioritas utama.Lebih penting lagi, kesadaran masyarakat untuk ikut membantu mengawasi dan melindungi anak-anak juga perlu ditingkatkan. Kalau ada tetangga yang memukul anaknya, kita harus berani menegur dan mencegahnya. Sebab, anak-anak dilindungi undang-undang. Karena itu, untuk menanggulangi persoalan tersebut, perlu ada penegakan hukum maksimal. Sebab, bukan tidak mungkin fakta-fakta tentang kesengsaraan dan kesusahan hidup anak akan mengakibatkan persoalan yang sangat pelik di masa mendatang.Adapun langkah nyata yang harus dilakukan adalah penguatan ketahanan keluarga, memberikan pola asuh yang benar pada anak dengan penuh kasih sayang. menerapkan nilai-nilai agama, kemudian mengkampanyekan penghapusan kekerasan terhadap anak, seperti pemasangan stiker, pelatihan kepada ibu-ibu, dan dukungan dari pemerintah daerah agar hak-hak anak perlu dilindungi.
BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan kasus kekerasan pada anak dimasa pandemi COVID-19 serta faktor dan dampak yang ditimbulkan. Selain itu, untuk mengetahui cara agar dapat mengurangi dampak yang terjadi.
3.2 Setting Penelitian
Setting dalam penelitian meliputi: metode penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, dan subjek penelitian.
-
Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah studi kepustakaaan atau literatur yang dimaksudkan untuk mendapatkan teori-teori, konsep-konsep, sebagai bahan pertimbangan penguat atau penolakan terhadap temuan hasil penelitian, dan untuk mengambil beberapa kesimpulan, literatur buku-buku yang dikaji dalam studi kepustakaan berkaitan langsung dengan permasalahan penelitian. Selain itu juga untuk memperoleh data yang bersifat teoritis dan konseptual sebagai pendukung penelitian ini, dengan cara membaca buku-buku dokumen yang relevan dengan penelitian.
-
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari rumah masing-masing, dengan bantuan internet dikarenakan pandemi COVID-19.
-
Waktu Penelitian
Penelitian diakukan selama bulan Maret 2021.
-
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah anak yang mengalami tindak kekerasan dimasa COVID-19.
3.3 Prosedur Penelitian
a. Prosedur Awal: - Perencanaan
1. Mengajukan judul karya tulis
- Identifikasi masalah
2. Menyusun bab pendahuluan
- Perumusan masalah
3. Merumuskan masalah yang akan dibahas
dalam karya tulis ilmiah
b. Prosedur Inti: - Menyusun Kajian Teori dan Hasil Penelitian
1. Mengumpulkan sumber informasi atau teori yang
bersangkutan dengan judul
2. Menampilkan metodologi karya ilmiah
3. Memaparkan hasil penelitian
c. Prosedur Penutup: - Penutup Karya Tulis
1. Menyusun kesimpulan karya tulis
2. Menulis saran yang diperlukan
3. Menyusun daftar pusaka
3.4 Pengumpulan Data/Instrumen Penelitian
Pengumpulan data atau instrumen penelitian dilakukan dengan cara studi pustaka, yaitu menganalisis beberapa literatur seperti jurnal dan artikel yang relevan dan berkaitan dengan kekerasan pada anak dimasa pandemi COVID-19.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Data
Secara teoritis, kekerasan terhadap anak dapat didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang - orang yang memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Menurut hasil analisis, ada banyak cara kekerasan terhadap anak dapat terjadi yaitu dengan cara :
-
Pendidikan Anak dalam Keluarga yang Mengedepankan Kekerasan
Para orang tua seolah menghalalkan kekerasan dengan tujuan mendidik anak. Cara mendidik anaknya saat ini meniru apa yang orangtuanya dulu lakukan padanya. Hal ini membuktikan bahwa pola pendidikan itu sebenarnya menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pandangan yang salah ini masih banyak digunakan oleh Orangtua lainnya sampai saat ini. Mereka menganggap bahwa Perlakuan keras dan kasar malah Justru mampu membentuk karakter Yang kuat dan baik anak di massa Yang akan datang, Dimana anak tumbuh dewasa. Anak - anak yang mengalami Tindak kekerasan di rumah biasanya akan bersikap murung, Ketakutan, tidak bersemangat, dan Memprihatinkan, tidak jarang akan Kehilangan kepercayaan diri. anak - anak yang masih kecil sering susah tidur dan bangun di tengah malam menjerit ketakutan. Mereka juga ada yang menderita Psikosomatik, misalnya asma. Ketika mereka semakin besar, anak laki - laki cenderung menjadi sangat agresif dan bermusuhan dengan orang lain, sementara anak perempuan sering mengalami kemunduran.
-
Kekerasan terjadi karena kondisi ekonomi yang krisis di masa pandemi
Kekerasan jenis ini sering terjadi dilingkungan keluarga. Perilaku melarang pasangan unutuk bekerja atau mencampuri pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang, serta mengurangi jatah belanja bulanan, merupakan contoh konkret bentuk kekerasan ekonomi. Kemudian juga maraknya pemutusan hubungan kerja juga menjadi hal utama yang menyebabkan hal ini terjadi kepada anak. Pada anak-anak, kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia dibawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual koran, pengamen jalanan, pengemis anak, parkir liar, dan lain-lain merebak terutama di perkotaan. Tentu saja ini tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang anak karena masa kanak-kanak adalah masa yang harusnya belajar mengenal ilmu pengetahuan dan sendirinya juga akan mempelajari tentang hal di dunia luar.
-
Terjadinya eksploitasi seksual
Permasalah ekonomi dan sosial yang di hadapi anak Indonesia saat ini ditandai dengan ditemukannya anak yang mengalami perlakuan yang salah seperti eksploitasi seksual. anak dipaksa untuk mencari nafkah untuk menghidupi kebutuhan sehari harinya. Mengacu pada Perilaku paksaan dan kekerasan terhadap anak Menjadi salah satu penyebab dari keadaan Sakit yang muncul pada kehidupan anak. Kesakitan mereka bermula pada kerusakan Pada fisik dan berakhir pada kerusakan pada Mental. Tentu saja hal tersebut memicu Timbulnya sakit mental di kemudian hari.
Gangguan mental tersebut juga bisa Menghambat penyesuaian sosialnya dan Dapat pula mengganggu perkembangan Mental lebih lanjut. Artinya, jika anak Telah mengalami gangguan mental sejak dini Dan tidak mendapatkan penanganan yang Tepat sejak dini, maka gangguan tersebut Dapat terus berlanjut hingga usia dewasa.
Beberapa ahli membagi dampak Eksploitasi seksual komersial anak antara lain yaitu:
-
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD):
Anak-anak yang sedang atau di-Eksploitasi secara seksual, sangat Mungkin mengalami perasaan cemas, Stres atau takut begitu parah. Gejala Ini dikenal sebagai Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
-
Penyalahgunaan Zat
Anak-anak yang Sedang atau telah dieksploitasi secara Seksual mungkin beralih ke alkohol atau Zat lain dalam upaya untuk meredakan Emosi mereka. Beberapa korban Menggunakan zat untuk mengatasi Realitas apa yang terjadi pada mereka atau Untuk mengatasi gejala Post Traumatic Stress Disorder, reaksi umum untuk Situasi ekstrem seperti kekerasan seksual. Namun, itu bukan cara yang sehat untuk Mengatasi trauma kekerasan seksual dan Dapat menyebabkan masalah tambahan, Seperti kecanduan atau ketergantungan, Yang menghambat proses penyembuhan.
-
Depresi
ini salah satu reaksi emosional Dan psikologis yang paling umum bahwa Anak-anak yang sedang atau telah Dieksploitasi secara seksual memiliki Gejala kesedihan yang berkepanjangan Dengan terus menerus menangis.
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Kekerasan terhadap anak dalam keluarga sulit diungkap ke ruang publik Sebagai suatu kasus yang tergolong tabu dan disadari melanggar batas - batas etika, kasus - kasus kekerasan terhadap anak dalam keluarga jarang terekspos keluar. Hanya kasus-kasus kekerasan berat yang seringkali muncul ke ruang publik, seperti pembunihan ataupun pemerkosaan. Kalaupun kemudian diketahui umum biasanya berkat peran dan keterlibatan media massa atau karena kejadian yang menghebohkan. Sebagai contoh seorang ayah atau ibu yang memukul kepala anaknya atau menghajar keras anaknya sekalipun, sepanjang apa yang mereka lakukan tidak sampai menimbulkan luka fisik yang serius atau kematian, maka kejadian itu akan lewat dan menguap begitu saja. Kesulitan dalam mengungkapkan kasus kekerasan terhadap anak bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Yang dimaksud faktor internal adalah faktor dari korbannya itu sendiri yang menolak melaporkan ke masyarakat, sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari masyarakat yang menganggap biasa suatu kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
Selain itu juga ada hal lain yang menyebabkan kekerasan ini sulit terkspos ke publik yaitu tidak adanya kontrol sosial terhadap kasus kekerasan terhadap anak dalam keluarga dan juga penolakan dari korban/pelaku untuk melaporkannya ke ranah masyarakat
Terdapat banyak sekali faktor yang menyebabkan alasan terjadinya kekerasan di lingkungan keluarga ini dan selalu ada di kalangan masyarakat, salah satunya itu kekerasan yang diwarisi oleh orangtua terdahulu. Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan terhadap anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan yang diwarisi (transmintted) dari generasi ke generasi. contohnya misal si”A” ketika dia kecil dia dididik keras oleh orangtuanya, bahkan ketika beliau melakukan kesalahan, tidak jarang orangtuanya menghukumnya dengan cara menjewer ataupun memukul, dengan dalih untuk mendidiknya. Kebanyakan orangtua menganggap bahwa pendidikan yang keras merupakan hal yang wajar. Yang dimaksud keras disini adalah menerapkan aturan aturan yang ketat dan disertai dengan sanksi - sanksi jika anak melanggar berupa bentakan, ataupun pukulan. Tidak jarang ketika pendidikan yang keras dalam keluarga menimbulkan perilaku kasar dari orangtuanya. Anggapan yang salah ini terus berlanjut dari dulu hingga sekarang, karena mereka belum menyadari akibat dari perlakuan keras dan kasar bagi perkembangan psikologis anak-anaknya. Anak - anak memang selalu peka. Sering orangtua tidak menyadari bahwa apa yang terjadi di antara mereka begitu mempengaruhi anak. Sering dikatakannya, anak merupakan cermin dari apa yang terjadi dalam suatu rumah tangga. Jika suasana keluarga sehat dan bahagia, maka wajah anak anak terlihat begitu ceria dan bersih. Sebaliknya, jika wajah anak selalu murung dan sedih, biasanya terjadi sesuatu yang berkaitan dengan keluarga nya. Karena dari perilaku orangtua pasti akan mempengaruhi kondisi anaknya kelak. Jika anak mengalami kekerasan dalam keluarga, tidaklah mengherankan jika kemudian melakukannya dan bahkan sampai dia dewasa dan ia menganggap hal tersebut sebagail hal yang lumrah dan sudah seharusnya dilakukan.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan :
Kesimpulannya adalah data dari data yang kita peroleh, LBH APIK menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan pada masa pandemic Covid-19 ini. Dalam rentang waktu sebulan, LBH APIK telah mendapatkan 97 kasus. Padahal biasanya setiap sebulan hanya ada 60 kasus. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan kasus kekerasan pada anak. Orang terdekat termasuk orang tua pun banyak yang melakukan tindak kekerasan kepada anaknya sendiri, dimana seharusnya lingkungan keluarga adalah tempat bercerita keluh kesah tetapi yang didapat anaknya hanyalah kekerasan dan juga jika orang tua memliki malasah anaknya yang sering menjadi korban atas amarah kedua orang tuanya. Anak merupakan penerus dari kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia, sehingga anak harus diberikan ruang agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan umur dan bakat yang dimilikinya. Namun anak sering kali dianggap sebagai individu yang lemah, tidak berdaya, polos dan ditempatkan sebagai pihak yang dirugikan, sehingga kreatifitas dan kemandirian anak tidak dapat berkembang sesuai apa yang diinginkannya. Perkembangan anak dan pertumbuhan dapat optimal bila mendapat stimulus dari lingkungan sekitar terutama orang tua. Dan cara mencegahnya yaitu menghindari timbulnya dan meluasnya masalah kekerasan pada anak, diberi pembinaan terhadap orang tua agar tidak terjadi kekerasan pada anak, juga pemantauan bagi orang tua yang pernah melakukan kekerasan pada anak.
Saran :
Menurut saya, sejak adanya Pandemic Covid-19 kekerasan pada anak semakin meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak orang tua zaman sekarang mengganggap sama dengan zamannya, yaitu mendidik anak dengan cara kasar atau kekerasan. Cara ini dapat mengganggu psikologis mental anaknya. Seharusnya sebagai orang tua kita harus lebih berhati-hati untuk pendekatan terhadap anak. Orang tua seharus memberi pengetian yang lebih dan menggunakan bahasa yang halus dan lembut, tidak menggunakan kata kasar apalagi main fisik terhadap anak. Untuk mengupayakan perlindungan anak bisa di mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan juga lingkungan pendidikan yang berperan penting serta menciptakan tatanan baru yang berkualitas dan menyadarkan hak-hak terhadap anak agar anak dapat tumbuhn menjadi pribadi yang baik dan juga dapat mengurangi angka kekerasan pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Kompas.com, 2020. https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/25/144443669/kekerasan-definisi-dan-jenis-jenisnya?page=all
tesa129 http://tesa129.badungkab.go.id/kekerasan-terhadap-anak/
Nathalina https://law.ui.ac.id/v3/problematika-anak-yang-berhadapan-dengan-hukum-oleh-nathalina-naibaho/