Langsung ke konten utama

Teori Dalang Peristiwa Gerakan 30 September 1965

Pengantar:

  • Peristiwa 30 September 1965 adalah suatu peristiwa kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.

  • Peristiwa ini tidak hanya menimbulkan satuan nyawa, tetapi jutaan nyawa manusia pasca peristiwa tersebut.

  • Penelitian terbaru, peristiwa ini ternyata muncul bukan dari faktor tunggal (PKI) yang selama ini dipelajari selama era Orde Baru.

  • Ada 6 teori dalang/pelaku munculnya peristiwa kelam ini.


1.Konflik Internal Angkatan Darat


KETERANGAN

Sumber Teori

Buku A Preliminary Analysis of the October 1 1965, Coup in Indonesia atau dikenal sebagai Cornell Paper (1971) karya Benedict ROG Anderson dan Ruth McVey serta buku Army and Politics in Indonesia (1978) karya Harold Crouch.



Isi Teori

Teori ini menyatakan bahwa G30S hanyalah peristiwa yang timbul akibat adanya persoalan di kalangan AD sendiri. Hal ini didasarkan pada pernyataan pemimpin gerakan, yaitu Letnan Kolonel Untung yang menyatakan bahwa para pemimpin bermewah-mewahan dan memperkaya diri sehingga mencemarkan nama baik AD.

Sejarawan Cornell University, Benedict ROG Anderson dan Ruth McVey mengemukakan dalam A Preliminary Analysis of the October 1 1965, Coup in Indonesia atau dikenal sebagai Cornell Paper (1971), bahwa peristiwa G30S merupakan puncak konflik internal Angkatan Darat.

Dalam Army and Politics in Indonesia (1978), sejarawan Harold Crouch mengatakan, menjelang tahun 1965, Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) pecah menjadi dua faksi. Kedua faksi ini sama-sama anti-PKI, tetapi berbeda sikap dalam menghadapi Presiden Sukarno.

Kelompok pertama, “faksi tengah” yang loyal terhadap Presiden Sukarno, dipimpin Letjen TNI Ahmad Yani, hanya menentang kebijakan Sukarno tentang persatuan nasional karena PKI termasuk di dalamnya. Kelompok kedua, “faksi kanan” bersikap menentang kebijakan Ahmad Yani yang bernafaskan Sukarnoisme. Dalam faksi ini ada Jenderal TNI A.H. Nasution dan Mayjen TNI Soeharto.

Peristiwa G30S yang berdalih menyelamatkan Sukarno dari kudeta Dewan Jenderal, sebenarnya ditujukan bagi perwira-perwira utama “faksi tengah” untuk melapangkan jalan bagi perebutan kekuasaan oleh kekuatan sayap kanan Angkatan Darat. Selain mendukung versi itu, W.F. Wertheim menambahkan, Sjam Kamaruzaman yang dalam Buku Putih terbitkan Sekretariat Negara disebut sebagai Kepala Biro Khusus Central PKI adalah “agen rangkap” yang bekerja untuk D.N. Aidit dan Angkatan Darat.


2.Dinas Intelejen Amerika (CIA)


KETERANGAN

Sumber Teori

Buku Indonesia 1965: The Role of the US Embassy karya David T. Johnson dan buku US and the Overthrow of Sukarno 1965-1967 karya Peter Dale Scott.



Isi Teori

Teori ini berasal antara lain dari tulisan Peter Dale Scott, menurutnya AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan komunis. PKI pada masa itu memang tengah kuat-kuatnya menanamkan pengaruh di Indonesia. Karena itu CIA kemudian bekerjasama dengan suatu kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar melakukan gerakan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang dihancurkan dengan tujuan akhir dari skenario CIA ini adalah menjatuhkan kekuasaan Soekarno yang cenderung mengarah ke blok timur.

Sebagai konsekuensi dari Perang Dingin tahun 1960-an, Amerika Serikat dan negara-negara Barat seperti Australia, Inggris, dan Jepang berkepentingan agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunis. Amerika Serikat menyiapkan beberapa opsi terkait situasi politik di Indonesia.

Menurut David T. Johnson dalam Indonesia 1965: The Role of the US Embassy, opsinya adalah membiarkan saja, membujuk Sukarno beralih kebijakan, menyingkirkan Sukarno, mendorong Angkatan Darat merebut pemerintahan, merusak kekuatan PKI dan merekayasa kehancuran PKI sekaligus menjatuhkan Sukarno. Opsi terakhir yang dipilih.

Keterlibatan Amerika Serikat melalui operasi CIA (Dinas Intelijen Amerika Serikat) dalam peristiwa G30S telah terang benderang diungkap berbagai sumber. Peter Dale Scott, profesor dari University of California, menulis US and the Overthrow of Sukarno 1965-1967 yang diterbitkan dengan judul CIA dan Penggulingan Sukarno (2004). Menurut Dale, CIA membangun relasi dengan para perwira Angkatan Darat dalam Seskoad (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat). Salah satu perwiranya adalah Soeharto.

Sejarawan John Roosa juga mengungkap bahwa pada akhir 1965 Amerika Serikat memberikan perangkat komunikasi radio lapangan yang sangat canggih ke Kostrad. Antenanya dipasang di depan markas besar Kostrad. Wartawan investigasi, Kathy Kadane dalam wawancaranya dengan para mantan pejabat tinggi Amerika Serikat di akhir 1980-an menemukan bahwa Amerika Serikat telah memantau komunikasi Angkatan Darat melalui radio-radio tersebut.


3.Partai Komunis Indonesia

KETERANGAN

Sumber Teori

Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI di Indonesia (1968) karya Nugroho Notosusanto dan Ismael Saleh.



Isi Teori

Menurut teori ini tokoh-tokoh PKI adalah penanggungjawab peristiwa kudeta, dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah serangkaian kejadian dan aksi yang telah dilancarkan PKI antara tahun 1959-1965. Bukti lainnya adalah setelah G30S, beberapa perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri CC PKI yang sempat terjadi di Blitar Selatan, Grobogan, dan Klaten.

Menurut beberapa sumber yang saya baca dari internet, teori ini merupakan bagian dari propaganda Orde Baru, gerakan ini pernah disebut sebagai Gestapu (Gerakan September Tigapuluh). Penamaan ini adalah bagian dari propaganda untuk mengingatkan orang kepada Gestapo, polisi rahasia Nazi Jerman yang terkenal kejam. Presiden Sukarno mengajukan penamaan menurut versinya sendiri, yakni “Gerakan Satu Oktober” atau “Gestok.” Menurutnya, Gestok jauh lebih tepat menggambarkan peristiwanya karena kejadian penculikan para jenderal dilakukan lewat tengah malam 30 September yang artinya sudah memasuki tanggal 1 Oktober dini hari.

Penyebutan G30S/PKI sebagai bagian propaganda untuk menegaskan bahwa satu-satunya dalang di balik peristiwa penculikan dan pembunuhan para jenderal Angkatan Darat adalah PKI. Penamaan peristiwa ini selama bertahun-tahun digunakan dalam pelajaran sejarah sebagai satu-satunya versi yang ada. Penamaan tersebut menutup kemungkinan munculnya versi lain yang memiliki sudut pandang berbeda atas peristiwa yang terjadi. Kesimpulan tersebut diambil tanpa terlebih dahulu melewati sebuah penyelidikan.

Sejarawan John Roosa dalam Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto mengemukakan bahwa PKI sama sekali tidak terlibat secara kelembagaan. Sebagaimana semestinya sebuah keputusan resmi partai yang harusnya diketahui oleh semua pengurus, rencana gerakan Untung hanya diketahui oleh segelintir orang saja. Struktur kepengurusan partai mulai dari Comite Central (CC) sampai dengan Comite Daerah Besar (CDB) tak mengetahui sama sekali adanya rencana itu.

Teori ini dibuat berdasarkan versi rezim Orde Baru yang mana sumber utama yang digunakan diantaranya buku karya sejarawan Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh yang berjudul Tragedi Nasional Percobaan Kudeta G-30-S/PKI di Indonesia (1968) yang nantinya menjadi pijakan pembuatan film ikonik Pengkhianatan G30S/PKI garapan Arifin C. Noer. Selain buku tersebut ada juga buku suntingan Nugroho Notosusanto Sejarah Nasional Indonesia (Jilid ke VI), buku karya Aristides Katoppo yang berjudul Menyingkap Kabut Halim Tahun 1965 (1999), buku karya Atmadji Soemarkidjo yang berjudul Mendung di Atas Istana Merdeka (2000), dan buku karya Sulastomo yang berjudul Hari-Hari yang Panjang 1963-1966 (2000).


4. Presiden Sukarno

KETERANGAN

Sumber Teori

Buku Anatomy of the Jakarta Coup, October 1, 1965 (2004) karya Victor M. Fic dan buku The Sukarno File, 1965-67: Chronology of a Defeat (2006) karya Antonie C.A. Dake.



Isi Teori

Teori yang dikemukakan antara lain oleh Anthony Dake dan John Hughes ini beranjak dari asumsi bahwa Sukarno berkeinginan untukmelenyapkan kekuatan oposisi terhadap dirinya yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD.

Kedekatan antara Sukarno dan PKI juga menjadi dasar dari teori ini. Selain itu, bukti lainnya adalah kesaksian dari Shri Biju Patnaik, seorang pilot asal India yang menjadi sahabat dari Sukarno sejak masa revolusi, mengatakan bahwa pada 30 September 1965 tengah malam Soekarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta sebelum subuh. Menurut Patnaik, Sukarno berkata “sesudah itu saya akan menutup lapangan terbang”. Peristiwa ini seolah-olah menyatakan bahwa Sukarno tahu akan terjadinya peristiwa besar pada keesokan harinya.

Namun teori ini dilemahkan dengan tindakan dan pernyataan Sukarno yang menolak mendukung G30S. Pada 6 Oktober 1965, dalam sidang Kabinet Dwikora di Bogor, beliau mengutuk gerakan ini.

Setidaknya ada tiga buku yang menuding Presiden Sukarno terlibat dalam peristiwa G30S: Victor M. Fic, Anatomy of the Jakarta Coup, October 1, 1965 (2004); Antonie C.A. Dake, The Sukarno File, 1965-67: Chronology of a Defeat (2006) yang sebelumnya terbit berjudul The Devious Dalang: Sukarno and So Called Untung Putsch: Eyewitness Report by Bambang S. Widjanarko (1974); dan Lambert Giebels, Pembantaian yang Ditutup-tutupi, Peristiwa Fatal di Sekitar Kejatuhan Bung Karno.

Menurut Asvi Warman Adam, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, ketiga buku tersebut “mengarah kepada de-Sukarnoisasi yaitu menjadikan presiden RI pertama itu sebagai dalang peristiwa Gerakan 30 September dan bertanggung jawab atas segala dampak kudeta berdarah itu.”


5. Suharto


KETERANGAN

Sumber Teori

Buku Pledoi Kolonel A. Latief: Soeharto Terlibat G30S (1999) karya Kolonel Abdul Latief, buku Indonesian Tragedy karya Brian May, dan buku Kesaksianku tentang G30S (2000) karya Soebandrio.



Isi Teori

Teori ini berasal dari pendapat yang dikemukakan oleh Brian May dalam bukunya yang berjudul Indonesian Tragedy. Menurutnya hal ini berdasarkan dari kedekatan antara Letkol Untung sebagai pemimpin gerakan Gerakan 30 September 1965 dengan Mayor Jenderal Suharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad.

Komandan Brigade Infanteri I Jaya Sakti Komando Daerah Militer V, Kolonel Abdul Latief dalam Pledoi Kolonel A. Latief: Soeharto Terlibat G30S (1999) mengungkapkan bahwa dia melaporkan akan adanya G30S kepada Soeharto di kediamannya di Jalan Haji Agus Salim Jakarta pada 28 September 1965, dua hari sebelum operasi dijalankan.

Bahkan, empat jam sebelum G30S dilaksanakan, pada malam hari 30 September 1965, Latief kembali melaporkan kepada Soeharto bahwa operasi menggagalkan rencana kudeta Dewan Jenderal akan dilakukan pada dini hari 1 Oktober 1965. Menurut Latief, Soeharto tidak melarang atau mencegah operasi tersebut.

Menurut Asvi Warman Adam, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, fakta bahwa Soeharto bertemu dengan Latief dan mengetahui rencana G30S namun tidak melaporkannya kepada Ahmad Yani atau A.H Nasution, menjadi titik masuk bagi analisis “kudeta merangkak” yang dilakukan oleh Soeharto. Ada beberapa varian kudeta merangkak, antara lain disampaikan oleh Saskia Wierenga, Peter Dale Scott, dan paling akhir Soebandrio, mantan kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) dan menteri luar negeri.

Dalam Kesaksianku tentang G30S (2000) Soebandrio mengungkapkan rangkaian peristiwa dari 1 Oktober 1965 sampai 11 Maret 1966 sebagai kudeta merangkak yang dilakukan melalui empat tahap: menyingkirkan para jenderal pesaing Soeharto melalui pembunuhan pada 1 Oktober 1965; membubarkan PKI, partai yang memiliki anggota jutaan dan pendukung Sukarno; menangkap 15 menteri yang loyal kepada Presiden Sukarno; dan mengambilalih kekuasaan dari Sukarno.


6. Tidak ada pemeran tunggal


KETERANGAN

Sumber Teori

Buku Kehormatan Bagi Yang Berhak (1994) karya Manai Sophiaan, buku Memoar Oei Tjoe Tat Pembantu Presiden Soekarno (1995) karya Pramoedya Ananta Toer, dan buku Sukarno: Sebuah Biografi Politik (1972) karya John D. Legge.



Isi Teori

Teori ini menyatakan bahwa tidak ada dalang tunggal dan tidak ada skenario besar dalam G30S. Kejadian ini hanya merupakan hasil dari perpaduan antara, seperti yang dikatakan Sukarno “unsur-unsur Neokolim (Negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar”. Semuanya pecah dalam improvisasi di lapangan.

Teori ini juga menisbikan kenyataan adanya rivalitas di kalangan PKI dan AD, dan tidak mengakui keberadaan tiga kekuatan politik yaitu Presiden Soekarno, AD, dan PKI dalam pentas politik nasional setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Menurut saya, teori tidak ada pemeran tunggal merupakan teori yang bersifat dan bertujuan untuk menenangkan semua pihak yang diduga terlibat dalam G30S. Sebagaimana yang kita tahu pernyataan Sukarno dan sikapnya yang selalu menjadi penengah antara PKI dan TNI AD yang saling bersaing.

Selain itu, teori ini juga yang paling netral diantara teori lain, dikarenakan tidak ada bukti yang perlu dilampirkan untuk membuktikan teori ini. Teori ini cenderung dipilih oleh orang awam yang cenderung tidak percaya bahwa G30S yang keji merupakan sesuatu hal yang direncanakan untuk mendapatkan atau memenangkan kekuasaan politik.

Sumber-sumber yang mengacu pada teori ini antara lain buku karya Manai Sophiaan yang berjudul Kehormatan Bagi Yang Berhak (1994), buku Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Memoar Oei Tjoe Tat Pembantu Presiden Soekarno (1995) dan buku John D. Legge yang berjudul Sukarno: Sebuah Biografi Politik (1972).


Dari 6 teori tentang dalang terjadinya peristiwa 30 September 1965, menurut kalian manakah yang paling rasional? Jelaskan alasannya!

Menurut saya, terdapat 3 teori yang paling rasional dan saling berhubungan satu sama lain. 3 teori yang saya pilih, yakni teori konflik internal TNI AD, teori Dinas Intelejen Amerika, dan teori Suharto. Ketiga teori ini saling berhubungan karena berkaitan dengan persaingan di kubu TNI AD untuk merebutkan posisi menjadi anak emas dari Sukarno untuk menjadi pengganti Presiden kelak yang kemudian disusupi oleh kepentingan Amerika Serikat sebagai pihak blok barat yang khawatir akan Indonesia yang dipegang oleh Sukarno yang semakin condong ke blok timur.

Kubu di TNI AD terbagi menjadi dua, yakni “faksi tengah” yang loyal terhadap Presiden Sukarno, dipimpin Letjen TNI Ahmad Yani, hanya menentang kebijakan Sukarno tentang persatuan nasional karena PKI termasuk di dalamnya. Kelompok kedua, “faksi kanan” bersikap menentang kebijakan Ahmad Yani yang bernafaskan Sukarnoisme. Dalam faksi ini ada Jenderal TNI A.H. Nasution dan Mayjen TNI Soeharto. Keduanya sebenarnya membenci PKI karena pemberontakan di masa lalu dan sikap politik yang saling bertentangan.

Bukti yang bisa mendukung dari teori saya ini salah satunya adalah Dokumen Gilchrist yang menurut saya merupakan salah satu pemantik yang dibuat oleh dan atas kerjasama CIA dengan salah satu petinggi kubu faksi kanan TNI AD untuk memancing dan meyakinkan PKI untuk melancarkan G30S dengan harapan PKI bisa menyelamatkan Sukarno dan Komunis kemudian diakui sebagai ideologi dari Bangsa Indonesia. Selain itu, Sjam Kamaruzaman yang dalam Buku Putih terbitan Sekretariat Negara disebut sebagai Kepala Biro Chusus Central PKI adalah “agen rangkap” yang bekerja untuk D.N. Aidit dan Angkatan Darat membuktikan keterlibatan salah satu kubu di TNI AD yang menginginkan penggulingan kekuasaan Sukarno.

Komandan Brigade Infanteri I Jaya Sakti Komando Daerah Militer V, Kolonel Abdul Latief dalam Pledoi Kolonel A. Latief: Soeharto Terlibat G30S (1999) mengungkapkan bahwa dia melaporkan akan adanya G30S kepada Soeharto di kediamannya di Jalan Haji Agus Salim Jakarta pada 28 September 1965, dua hari sebelum operasi dijalankan. Hal ini menjelaskan posisi Suharto yang sebenarnya menginginkan kekuasaan sudah mengetahui rencananya sedang berjalan. Bahkan, empat jam sebelum G30S dilaksanakan, pada malam hari 30 September 1965, Latief kembali melaporkan kepada Suharto bahwa operasi menggagalkan rencana kudeta Dewan Jenderal akan dilakukan pada dini hari 1 Oktober 1965. Menurut Latief, Suharto tidak melarang atau mencegah operasi tersebut.

Dalam Kesaksianku tentang G30S (2000) Soebandrio mengungkapkan rangkaian peristiwa dari 1 Oktober 1965 sampai 11 Maret 1966 sebagai kudeta merangkak yang dilakukan melalui empat tahap: menyingkirkan para jenderal pesaing Suharto melalui pembunuhan pada 1 Oktober 1965; membubarkan PKI, partai yang memiliki anggota jutaan dan pendukung Sukarno; menangkap 15 menteri yang loyal kepada Presiden Sukarno; dan mengambil alih kekuasaan dari Sukarno.

Kenapa bukan PKI yang menjadi dalang utama dalam pertunjukan ini? Hal ini dapat dilihat jelas dari perencanaan yang sangat tidak matang dan cenderung gegabah. Selain itu, PKI sama sekali tidak terlibat secara kelembagaan. Sebagaimana semestinya sebuah keputusan resmi partai yang harusnya diketahui oleh semua pengurus, rencana gerakan Untung hanya diketahui oleh segelintir orang saja. Struktur kepengurusan partai mulai dari Comite Central (CC) sampai dengan Comite Daerah Besar (CDB) tak mengetahui sama sekali adanya rencana itu.

Selain itu, kedekatan antara Letkol Untung sebagai pemimpin gerakan Gerakan 30 September 1965 dengan Mayor Jenderal Suharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad juga bisa dibilang sedikit mencurigakan dimana secara garis besar Letkol Untung merupakan anak buah dari Suharto dan dalam TNI pantang hukumnya untuk menolak perintah dari komandan. Suharto diketahui dekat dan banyak belajar pada pria bernama Suwarto, saat dimutasi karena tuduhan melakukan tindak korupsi dan ditempatkan di SSKAD (kini SESKOAD) seorang teman dekat konsultan Rand Corporation Guy Pauker dan Suwarto adalah salah satu perwira Indonesia yang paling bertanggung jawab secara rahasia dalam menggelar operasi yang di biayai penuh oleh AS untuk mendata para kontra ataupun sekutu AS yang ada di Indonesia. Pada saat sebagian besar orang Indonesia tidak tahu siapa Jenderal Suharto, sebelum Oktober 1965. CIA sudah jelas mengetahui siapa dia, tercatat pada awal September 1964, CIA mendaftarkan Suharto dalam kabel rahasia sebagai salah satu jenderal Angkatan Darat yang dianggapnya "bersahabat" dengan kepentingan AS dan antikomunis. Kabel itu juga mengedepankan gagasan koalisi militer-sipil antikomunis yang bisa mengendalikan negara jika ada perebutan kekuasaan.

Kerjasama antara CIA dan Suharto berjalan lancar dan sebenarnya sudah bisa terlihat jelas sejak usainya G30S dimana Amerika Serikat memberikan bantuan dana sebesar Rp50 juta (sekitar $10.000) untuk membiayai kegiatan KAP (Komite Aksi Pengganyangan Gerakan September Tiga Puluh) Gestapu. Selain itu, CIA juga memberikan daftar nama-nama tokoh PKI kepada Angkatan Darat. Suharto disini akhirnya memainkan peran utamanya setelah menjatuhkan para saingannya dengan memanfaatkan G30S dan Supersemar sebagai pendukungnya untuk menendang kursi kekuasaan Sukarno.

Secara singkat bisa disimpulkan, benar memang peristiwa G30S menjadi olahan propaganda Suharto yang dibantu oleh CIA yang berkolaborasi dalam menjalankan agendanya masing-masing, dimana Suharto melancarkan kudeta merangkaknya dengan mengkambing hitamkan PKI sekaligus mengganyang habis komunisme di Indonesia dan mengubah ekonomi kerakyatan yang menjadi target para pemangku kepentingan “Pihak Kanan” saat perang dingin. Sejak didekalasifikasinya dokumen CIA maka naiknya Suharto dan penggulingan Sukarno yang dibantu oleh CIA menurut saya bukan lagi sebuah teori.


Postingan populer dari blog ini

MENGURAI GLOBALISASI: WUJUD BUDAYA DAN PERUBAHAN SOSIAL DI JABODETABEK

A. PENGERTIAN GLOBALISASI Pengaruh globalisasi dalam dunia yang semakin terhubung secara global telah menjadi perhatian utama dalam berbagai bidang. Dalam era globalisasi ini, batasan-batasan geografis semakin terkikis, memberikan ruang bagi pertukaran informasi, ide, produk, dan budaya yang lebih intensif dan cepat. Fenomena ini tidak hanya membawa manfaat yang signifikan, tetapi juga menimbulkan tantangan dan perdebatan yang kompleks. Menurut Anthony Giddens, globalisasi adalah proses di mana dunia semakin terhubung melalui pertukaran informasi, ide, produk, dan budaya secara global. Ia berpendapat bahwa globalisasi melibatkan percepatan interaksi dan interdependensi antara negara-negara, serta melampaui batasan-batasan geografis dan politik. Giddens juga menekankan bahwa globalisasi memiliki dampak yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya (Giddens, 19

TUGAS GEOGRAFI KELAS X SMA BAB HIDROSFER

PERTANYAAN   Jelaskan aktivitas manusia (minimal 3) yang dapat mengganggu proses siklus hidrologi serta dampak yang ditimbulkannya.   JAWABAN   Kegiatan manusia yang memengaruhi siklus air adalah penebangan hutan secara liar. Pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Pembangunan perumahan dan perindustrian. Pembangunan jalan tol dan jalan raya di perkotaan dan desa.   Penebangan hutan liar yang menyebabkan banyaknya lahan kosong sehingga air yang turun tidak terserap oleh tanah. Pembangunan jalan dengan menggunakan aspal dan beton untuk membuat jalan tol dan jalan raya. Aspal dan beton menghalangi air untuk meresap ke dalam tanah. Pembakaran hutan yang dapat menyebabkan struktur tanah dan juga tandus. Tidak menanami lahan-lahan yang kosong dengan tanaman, tetapi mengubah lahan-lahan tersebut menjadi daerah pemukiman. Berkurangnya daerah resapan air di daerah perkotaan sehingga mengakibatkan sungai, danau, dan daerah penampungan air menjadi kering. Apabila kering, maka men

TRANSFORMASI DAN ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR INDONESIA

A. PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL DAN MASYARAKAT PESISIR Dalam era yang terus berkembang ini, perubahan sosial menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut melibatkan berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks masyarakat pesisir Indonesia. Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, pemahaman yang mendalam tentang perubahan sosial pada masyarakat pesisir menjadi sangat penting. Jan Flora dan Arnold P. Goldsmith menggambarkan perubahan sosial sebagai dinamika sosial dan transformasi struktur sosial yang melibatkan perubahan dalam pola hidup, mata pencaharian, dan pola kekerabatan dalam masyarakat (Flora & Goldsmith, 2003). Dalam konteks masyarakat pesisir, perubahan sosial dapat mencakup pergeseran dalam mata pencaharian dari perikanan tradisional ke sektor pariwisata atau industri lainnya, serta perubahan dalam struktur keluarga dan pola kekerabatan yang dap